JAKARTA, OKENESIA.COM- Perbatasan memanas di Timur Tengah saat oposisi Suriah menunjukkan kekuatan baru, mengancam stabilitas kawasan dan memicu kekhawatiran Israel.
Dalam pernyataan terbaru, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggambarkan tumbangnya rezim Bashar al-Assad sebagai “hari bersejarah bagi Timur Tengah.”
Dari beberapa sumber yang diperoleh Okenesia.com seperti, Samaa, Maariv, Hudhud pada Ahad (8/12/2024) menunjukkan kondisi kekinian.
Dalam beberapa hari terakhir, oposisi Suriah dilaporkan berhasil menggulingkan rezim Assad dengan serangan mendadak yang dinilai mirip pola tempur Hamas pada 7 Oktober lalu.
Gerakan ini tidak hanya mengguncang Suriah tetapi juga membangkitkan kecemasan Israel, terutama terkait potensi senjata rampasan perang yang digunakan untuk menyerang perbatasan.
“Tidak akan ada pihak yang diizinkan membangun kekuatan militer di dekat perbatasan kami,” tegas Netanyahu saat melakukan inspeksi ke wilayah perbatasan Suriah, Ahad (8/12).
Israel pun telah mengerahkan pasukan khusus untuk berjaga di sekitar Dataran Tinggi Golan, yang hanya berjarak 60 km dari Damaskus.
Di sisi lain, peta politik baru yang diusung oposisi Suriah menambah ketegangan.
Peta tersebut menghapus batas negara antara Palestina, Lebanon, Suriah, dan Yordania, menunjukkan cita-cita menyatukan wilayah untuk membebaskan Syam dan menghapus Israel dari peta kawasan.
Abu Muhammad al-Julani, pemimpin Hay’at Tahrir al-Sham (HTS), disebut sebagai sosok kunci dalam perkembangan ini. Terinspirasi oleh Intifadah Palestina kedua pada tahun 2000, al-Julani kini berupaya memposisikan HTS sebagai gerakan moderat, meski pasukan mereka terus melancarkan serangan besar-besaran di Suriah.
Situasi ini memicu spekulasi tentang babak baru konflik di kawasan. Dengan tumbangnya Assad, ancaman terhadap Israel dari berbagai penjuru tampaknya akan meningkat. (top/*)