OLEH; A. ASIS AJI
(Praktisi Pendidikan)
Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan Masyarakat; tak kenal status, tempat dan usia semua telah menjadikan media sosial sebagai bagian dari kehidupannya. Seolah bahwa media sosial adalah kebutuhan dasar, termasuk remaja. Berdasarkan data terbaru tahun 2025, jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 191,4 juta orang, atau sekitar 68,9% dari total populasi ⁽¹⁾ Indonesia Social Media Statistics 2025 | Most Popular Platforms (https://www.theglobalstatistics.com/) Instagram – 173,59 juta pengguna (platform paling banyak digunakan)
Platform Media Sosial Paling Populer
Pertama, Instagram – 81% remaja menggunakannya untuk berbagi foto, video, dan mengikuti tren.
Kedua, TikTok – 70% remaja aktif di platform ini untuk menonton dan membuat konten video pendek.
Ketiga, YouTube – 69% remaja mengaksesnya untuk hiburan, edukasi, dan mengikuti kreator favorit.
Keempat, Facebook – 49% masih menggunakan platform ini, terutama untuk bergabung dalam komunitas.
Kelima, X (Twitter) – 41% remaja menggunakannya untuk mengikuti berita dan diskusi. [1] Mayoritas Generasi Z Menghabiskan Waktu Luang dengan Media Sosial.
Facebook, Instagram, TikTok, dan Twitter menawarkan akses tak terbatas terhadap informasi, hiburan, serta interaksi sosial.
Berdasarkan data terbaru, rata-rata orang Indonesia menghabiskan sekitar 6,05 jam per hari menggunakan smartphone (Riset: Orang Indonesia Rata-rata Main HP 6 Jam Sehari – Kompas.com).
Namun, beberapa survei menunjukkan bahwa remaja bisa menghabiskan lebih dari 8 jam per hari, terutama setelah jam sekolah atau di malam hari.((republica.co.id)
Namun, di balik manfaatnya, media sosial juga menimbulkan tantangan serius terhadap kesehatan mental remaja.
Dampak Negatif Media Sosial terhadap Remaja
Gambaran Fakta dan Kritik terhadap Isu Ini
Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) adalah salah satu tekanan psikologis yang dihadapi remaja akibat penggunaan media sosial. Mereka merasa tertinggal jika tidak mengikuti tren atau aktivitas teman-teman mereka di media sosial. Mereka merasa harus terus terhubung dan mengikuti tren, sehingga timbul rasa cemas dan ketidakpuasan terhadap diri sendiri.
Karena seringnya berinteraksi di media social sehingga komunikasi tak terkontrol lagi. Banyak remaja menjadi korban cyberbullying, baik melalui komentar negatif, pelecehan, atau penyebaran informasi palsu di media sosial.
Cyberbullying semakin marak terjadi. Komentar negatif, pelecehan daring, serta perbandingan diri dengan orang lain memicu gangguan kecemasan dan depresi pada banyak remaja. Tekanan untuk menampilkan kehidupan sempurna secara online juga membuat mereka merasa terasing dari realitas, sehingga memengaruhi kepercayaan diri dan kesehatan emosional.
Korban cyberbullying sering mengalami stres, depresi, bahkan dalam beberapa kasus, berujung pada tindakan menyakiti diri sendiri. Kurangnya regulasi dan pengawasan terhadap konten media sosial membuat cyberbullying semakin sulit dikendalikan.
Banyak remaja menghabiskan waktu berjam-jam hingga 8 jam perhari di media sosial menyebabkan ketergantungan dan kecemasan jika tidak bisa mengaksesnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial lebih dari 3 jam per hari meningkatkan risiko gangguan mental pada remaja apapalgi jika lebih bahkan hingga 8 jam. FOMO membuat mereka merasa tertinggal jika tidak mengikuti tren atau aktivitas teman-teman mereka di media sosial.
Sayangnya, banyak dari mereka tidak menyadari dampak buruk ini atau sulit mengontrol kebiasaan digital mereka.
Penggunaan media sosial yang berlebihan dapat mengurangi interaksi sosial langsung dan mengganggu keseimbangan kehidupan nyata. Hal perlu di evaluasi dan di kritiknya, banyak platform media sosial tidak memiliki regulasi ketat untuk melindungi remaja dari konten negatif dan cyberbullying. Algoritma dibuat untuk meningkatkan keterlibatan pengguna, bukan untuk menjaga kesehatan mental mereka.
Di sisi lain, orang tua dan sekolah serta negara masih kurang optimal dalam memberikan edukasi digital, sehingga remaja dibiarkan menghadapi risiko ini sendirian tanpa arahan yang tepat.
Dampak Kesehatan Fisik
Gangguan Tidur
Kebiasaan menggunakan media sosial hingga larut malam dapat mengurangi kualitas tidur, yang berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental. Media Sosial dan Risiko Kesehatan Remaja (https://vokasi.unair.ac.id/.
Kurangnya Aktivitas Fisik. Waktu yang dihabiskan di depan layar sering kali mengurangi aktivitas fisik, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti obesitas dan kelelahan mata. Selain itu gangguan kesehatan lainnya stres dan tekanan social. Remaja yang terlalu sering menggunakan media sosial sering mengalami tekanan sosial, terutama dalam hal ekspektasi dan standar kecantikan. (kecantikanpsikologi.unair.co.id)
Solusi dalam Perspektif Islam
Remaja adalah asset bagi sebuah bangsa. Mereka adalah pelanjut peradaban. Mereka harus dijaga dan dilindungi agar dapat menjadi pelanjut yang siap melanjutkan peradaban. Karena itu semua pihak harus berkontribusi menjaga dan melindungi remaja. Orang tua pendidik pertama dan utama harus dipastikan telah mengambil peran ini dengan baik. Begitu pula masyarakat. Masyarakat wajib ikut mengontrol remaja dalam menjalankan aktivitas mereka. Tidak dibenarkan ada pembiaran jika mereka telah lepas dari control.
Peran Negara tidak boleh dilepaskan dari perannya untuk menjaga generasi. Negara punya kewenangan penuh untuk mengatur penggunaan media social. Negara punya kekuatan untuk membatasi konten yang dapat diakses, media social yand dapat digunakan termasuk Negara punya kemampuan untuk memberikan tindakan terhadapa remaja yang melanggar aturan penggunaan media social terhadap remaja.
Selain peran orang tua, control masyarakat dan aturan negara agama Islam memberikan panduan yang jelas dalam menghadapi tantangan ini. Beberapa solusi yang dapat diterapkan adalah:
Menerapkan Kesadaran dan Pengendalian Diri (Mujahadah An-Nafs)
Islam mengajarkan untuk mengendalikan hawa nafsu, termasuk dalam mengontrol penggunaan media sosial. Remaja perlu diajarkan untuk tidak berlebihan, serta menggunakan media sosial secara bijak dan produktif. Remaja perlu memahami keseimbangan antara dunia digital dan kehidupan nyata. Sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah: 143, yang menekankan konsep “umat pertengahan” yang tidak berlebihan dalam segala hal.
Rasulullah SAW juga mengajarkan pentingnya interaksi sosial langsung, seperti dalam hadis tentang menjaga silaturahmi. Remaja perlu untuk lebih sering bergaul secara langsung untuk menumbuhkan kepekaan sisoal dan membangun rasa percaya diri dan membangun Kesehatan mental mereka.
Menjaga Interaksi yang Positif (Ukhuwwah Islamiyah)
Remaja diajak untuk menggunakan media sosial sebagai sarana kebaikan, seperti berbagi ilmu, menyebarkan motivasi, serta menghindari perbuatan tercela seperti menyebarkan hoaks atau ujaran kebencian. Termasuk berkomunikasi dengan lawan jenis di media social yang bukan mahram; seperti pacaran.
Dalam berinteraksi islam memberika rambu-rambu yang jelas. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Jika tidak bisa menyampaikan hal – hal yang baik atau tidak penting untuk dikomentari kaaren tidak bernilai kebaikan pada orang lain lebih baik diam saja.
Bahkan hal ini Allah telah membimbing kita untuk tidak saling merendahkan, tidak saling mencela dan menhina sesame manusia. Dalam QS. Al-Hujurat: 11,Allah melarang hamba-Nya untuk menghina, mencela, atau merendahkan orang lain, yang relevan dengan masalah cyberbullying.
Mengutamakan Keseimbangan dan Prioritas dalam Hidup
Islam menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia digital dan kehidupan nyata. Masa remaja adalah masa emas untuk berkereasi. Berkreasi pada hal yang posisitif dan mendatangkan kebaikan pada diri sendiri dan orang lain itu lebih baik daripada hanya menghabiskan waktu pada hal – hal yang taka da manfaatnya seperti bermain game, bermain di media sisoal yang berujuang pada saling ejek, saling merendahkan bahkan saling pamer.
Remaja perlu didorong untuk lebih banyak beraktivitas di dunia nyata, seperti beribadah, bersosialisasi langsung, dan mengembangkan keterampilan di luar layar. Hal -hal posisitf seperti ini akan memberikan kebaikan pada masa depan remaja.
Islam tentang Menjaga Kesehatan Mental
Islam mengajarkan pentingnya ketenangan hati dan pikiran, serta rasa syukur atas apa yang ada, sebagaimana dalam QS. Ar-Ra’d: 28, “Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.
Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya bersyukur dan tidak membandingkan diri dengan orang lain, yang dapat membantu mengatasi FOMO dan kecemasan.
Mengisi Waktu dengan Hal Bermanfaat
Rasulullah SAW bersabda:
“Di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi).
Artinya, Islam mengajarkan pentingnya menggunakan waktu untuk hal produktif, sehingga remaja perlu diarahkan untuk mengembangkan diri daripada sekadar menghabiskan waktu di media sosial tanpa tujuan.
Karena itu peran maksimal orang tua sebagai benteng pertama remaja sangat dibutuhkan. Control Masyarakat juga tak kalah pentingnya untuk ikut mengawasi dan mengarahkan remaja dilingkunganya untuk tetap baik.
Tak kalah pentingnya adalah peran negara. Negara bertanggung jawab penuh terhadap aktifitas remaja di media social karena negara memfasilitasi dan negara memiliki wewenang untuk mengatur penggunaan termasuk konten dan platform yang dapat diakses oleh remaja.
Karena itu negara harus hadir memberikan pengawasan dan control terhadap Masyarakat, termasuk remaja agar mereka dapat melakukan hal yang lebih bernafaat untuk masa depan mereka, masa depan negara dan agama mereka.
Kesimpulan
Media sosial memiliki dampak besar terhadap kesehatan mental remaja, baik positif maupun negatif. Oleh karena itu, penggunaan yang bijak serta bimbingan dari orang tua dan agama sangat diperlukan. Dalam perspektif Islam, solusi seperti mengendalikan diri, menjaga pergaulan yang baik, menyeimbangkan kehidupan, dan mengisi waktu dengan aktivitas produktif dapat membantu remaja mengatasi tekanan media sosial serta menjaga kesehatan mental mereka.
Media sosial seharusnya menjadi alat untuk membangun diri, bukan menghancurkan mental. Jika digunakan dengan bijak, media sosial dapat menjadi wadah inspirasi dan kebaikan bagi generasi muda. Wallahu ‘alam.