Wisata Organik Anak Muallaf Suku Tou Ta’ Wana

0

Fajar baru saja menyingsing di lembah Watumarando. Menyapa warga muallaf Suku Tao Ta’ Wana yang baru selesai melaksanakan Salat Subuh di masjid yang sederhana. Saat kabut masih menggelayut di bukit dan pepohonan, nampak anak-anak mulai bergegas menyiapkan perbekalan mereka.

Bekal mereka sederhana. Ya, sederhana. Sangat sederhana malah. Dimasak dengan bumbu keikhlasan dan penuh cinta. Nasi dari padi yang ditumbuk menggunakan lesung, ditambah sayur yang hanya dimasak menggunakan air, dibungkus seadanya menggunakan dedaunan hutan.

Air dari sumber mata air terdekat dimasukkan ke dalam botol bekas air mineral yang sudah usang. Kemudian dimasukkan ke dalam tas yang sebagian sudah sobek. Menjadi bekal mereka untuk berjalan. Sebagian hanya menggunakan tas kresek sebagai wadah. Lalu beberapa anak tampak menggunakan sepatu. Ada yang menggunakan sandal berbeda warna. Sementara sebagian besar yang lain hanya bermodalkan kaki telanjang.

Giat anak-anak muallaf suku Tou Ta’ Wana yang belajar di SD alam Watumarando tersebut karena mereka akan melaksanakan wisata sekolah yang telah diprogramkan oleh guru mereka yang merupakan dai Rumah Zakat Sulawesi Tengah. Namun berbeda dengan kebanyakan wisata anak sekolah pada umumnya di perkotaan. Wisata mereka adalah wisata organik.

Kenapa organik? Karena biasanya anak sekolah pada umumnya berwisata dengan menggunakan sepatu. Sementara mereka hanya menggunakan kaki telanjang, tanpa alas kaki. Wisata sekolah biasanya menggunakan bis yang disewa atau kendaraan pribadi yang dimiliki oleh orang tua murid. Sementara mereka hanya berjalan kaki menempuh puluhan kilometer sampai ke tempat wisata.

Para orang tua biasanya membekali anak-anaknya saat wisata dengan perbekalan makanan terbaik. Memenuhi unsur empat sehat lima sempurna. Ada nasi, lauk, sayur dan buah. Ditambah dengan susu, juz, atau minuman kaleng. Teratur rapi dalam wadah makanan plastik atau aluminium yang dibeli di toko pecah belah. Lalu dimasukkan dalam tas.

Berbeda dengan anak muallaf suku Tou Ta’ Wana yang pagi itu mulai dikumpulkan di depan sekolah mereka oleh Ustad Deprin.

Mereka tetap tampak bahagia walaupun berbekal dengan makanan sederhana. Mereka tampak sumringah walaupun harus berjalan puluhan kilometer. Menuruni lembah, mendaki gunung dan menyeberangi sungai untuk berwisata. Wajah mereka berseri-seri hanya mendengar bahwa mereka akan diajak melihat dan berenang di pantai. Karena itulah kali pertama mereka akan melihat pantai. Sejak lahir mereka belum pernah merasakan berenang di air asin.

Setelah berpamitan dengan orang tua, mulailah kaki-kaki kecil, yang sebagian besar bertelanjang, memakai baju yang sudah usang berjalan meninggalkan rumah mereka. Nampak ada yang menggunakan jilbab yang sudah lobang di beberapa tempat. Ada yang menenteng tas, ada yang memegang tas kresek perbekalan, berjalan lincah dipimpin oleh ustad Deprin, menapaki jalan tanah.

Hari itu mereka akan berjalan menuju Desa Saliti. Jarak dari pemukiman mereka di Dusun Watumarando, Desa Salubiro ke Desa Salubiro sekitar 30 KM. Dibutuhkan waktu setengah hari untuk sampai di Desa Saliti. Rencananya, sesampai di Desa Saliti, mereka akan istirahat di rumah Ustad Deprin. Dan keesokan harinya akan berwisata di pantai.

Dusun Watumarando adalah sebuah dusun yang dihuni oleh para muallaf pedalaman Suku Tou Ta’ Wana di pedalaman Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah. Ada dua dai Rumah Zakat yang ditempatkan di dusun ini untuk membina para muallaf. Salah satunya ustad Deprin. Bersama seorang dai Rumah Zakat lainnya, mereka berdua menggagas sekolah dasar di dusun tersebut. Sebuah rumah kayu sederhana dijadikan ruang kelas untuk menampung anak-anak muallaf Watumarando.

Sudah empat tahun sekolah tersebut melaksanakan kegiatan belajar-mengajar. Di masa awal pembukaan sekolah. Para siswa belum memiliki seragam resmi. Ke sekolah dengan bertelanjang kaki. Alhamdulillah ada yang peduli lalu membantu seragam. Ada yang membantu buku tulis dan pensil. Ada yang menyiapkan tas dan alas kaki.

Para dai Rumah Zakat di tengah keterbatasan sarana dan fasilitas sekolah, tetap berusaha untuk memberikan pendidikan yang terbaik. Melaksanakan kegiatan belajar-mengajar layaknya sekolah pada umumnya. Termasuk salah satunya mengajak mereka berwisata yang menjadi program sekolah untuk pertama kalinya. Walaupun berwisata dengan modal seadanya. Berwisata organik. Tapi sudah cukup memberikan kebahagiaan kepada anak-anak muallaf Suku Tou Ta’ Wana di pedalaman. (**)

Comments
Loading...