Adalah seorang tabi’in yang bernama Abu Abdurrahman al-Handzaly atau lebih dikenal dengan Abdullah bin Mubarak. Ia seorang tabiin yang diberi gelar orang yang paling alim di zamannya dan yang paling bertaqwa (Siyar al-‘A’lâm an-Nubalâ). Ia ahli fikih, ahli hadis, ahli zuhud, mujahid dan mujtahid. Banyak ulama besar tabiin yang menimba ilmu darinya. Ia juga seorang pedagang besar. Aset perdagangannya mencapai empat ratus ribu dinar. Hasil keuntungan tahunan dari usahanya bisa menembus 100 ribu dinar, yang ia infakkan semuanya untuk para ulama, penuntut ilmu dan masyarakat yang membutuhkan.
Ismail bin ‘Ayyasy, seorang yang hidup bersama Abdullah pernah mengomentari pribadinya, “Aku tidak pernah mengetahui orang lain di dunia ini seperti Abdullah bin Mubarak. Aku juga tidak tahu orang lain yang lebih baik darinya di masa ia hidup. Pernah ada rombongan yang melakukan perjalanan bersamanya dari Mesir menuju Mekah. Sepanjang perjalanan, ia yang menanggung semua biaya makan dan minum rombongan tersebut. Sementara ia justru berpuasa.”
Dalam kitab al-Bidâyah wa an-Nihâyah, karangan Ibnu Katsir, disebutkan bahwa Abdullah bin Mubarak memiliki kebiasaan melaksanakan ibadah haji di satu tahun. Kemudian di tahun setelahnya berjihad di jalan Allah Swt. Jadi setiap dua tahun sekali, ia melaksanakan haji dan berjihad. Saat melaksanakan haji, Abdullah tidak hanya membiayai dirinya sendiri. Tapi seluruh sahabatnya yang akan melaksanakan ibadah haji juga ditanggung olehnya. Sekalian diberikan bonus hadiah dan oleh-oleh buat keluarga masing-masing.
Karena kebiasannya ini, Abdullah bin Mubarak pernah menasehati seorang ulama tabiin, Fudhail bin ‘Iyadh yang terlalu asyik beribadah di Masjidil Haram. “Wahai seorang pemuja Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Kalau seandainya engkau melihat kami yang sedang berjihad di jalan Allah. Kamu pasti akan merasakan bahwa ibadahmu hanyalah sekedar mainan. Wahai seorang yang pipinya basah dengan airmata ibadah. Kami di medan jihad, justru sedang basah dengan darah ” senandung Abdullah.
Dalam kitab Tadzkirah al-Awliyâ’, Biografi 92 Orang Wali Allah karangan Farîd ad-Dîn al-‘Athâr disebutkan kisah mengenai Abdullah bin Mubarak. Satu saat ketika berhaji, Abdullah tertidur di Mina. Lantas ia bermimpi. “Ada dua orang malaikat duduk di dekat kepalaku sedang berdiskusi. Seorang dari mereka bertanya, “Apakah engkau tahu berapa orang yang melaksanakan haji tahun ini?”. Malaikat lain menjawab, ”600 ribu orang”. “Namun tak ada seorangpun yang diterima hajinya tahun ini” timpal malaikat yang pertama” kisah Abdullah dalam mimpinya.
Mendengar diskusi kedua malaikat, Abdullah resah. Bisa dibayangkan biaya yang telah dikeluarkan untuk sampai di Baitullah. Belum lagi jarak perjalanan yang ditempuh oleh seluruh jamaah. Belum lagi manasik yang harus dilaksanakan.
Abdullah melanjutkan mimpinya, “Lalu seorang mailaikat mengatakan, “Namun seluruh jamaah haji lantas diterima ibadahnya oleh Allah karena jasa seorang Abdullah bin Muwaffiq yang berprofesi sebagai tukang sepatu di Damaskus. Ia tidak melaksanakan ibadah haji di tahun ini. Tapi Allah memberikan ia pahala ibadah haji dan menerima ibadah haji semua jamaah karenanya”.
Abdullah bin Mubarak penasaran. Kenapa semua jamaah haji bisa diterima oleh Allah Swt. karena jasa seorang tukang sepatu. Selesai melaksanakan ibadah haji, ia pergi ke Damaskus untuk mencari Muwaffiq. Ia penasaran amal apa yang dilakukan oleh Muwaffiq sehingga Allah Swt. menerima haji semua jamaah karenanya. Setelah bertanya-tanya, Abdullah mendapati Muwaffiq tinggal di ujung kota Damaskus.
Abdullah lantas bertanya kepada Muwaffiq, “Apakah engkau melaksanakan haji tahun ini?” Muwaffiq menjawab, “Tidak.” “Apa yang menghalangimu” Abdullah balik bertanya. Muwaffiq heran lalu balik bertanya, “Kenapa engkau bertanya?” Abdullah mengatakan, “Ceritakan dulu kisahmu sampai tidak bisa melaksanakan haji tahun ini, dan aku akan menceritakan kisahku kepadamu.”
Muwaffiq, sang tukang sepatu lantas bercerita, “Engkau tahu aku hanyalah tukang sepatu. Sejak 30 tahun lalu aku ingin melaksanakan ibadah haji. Maka aku menabung sedikit demi sedikit sehingga terkumpul 350 dirham. Aku lalu berniat melaksanakan haji tahun ini”
”Satu saat ketika pulang ke rumah, istriku menyuruhku ke rumah tetangga untuk meminta sedikit daging yang mereka masak. Aroma daging yang enak tercium sampai ke rumah. Aku lantas mendatangi rumah tetanggaku untuk meminta sedikit daging yang mereka masak. Dengan alasan istriku sedang hamil dan sangat ingin makan daging yang mereka masak.”
Tetangga Muwaffiq, seorang single mother lantas berujar, “Daging ini haram untukmu dan halal untuk kami. Daging yang kami masak ini adalah daging bangkai kambing yang mati di jalan. Karena kami tidak punya apa-apa lagi yang bisa dimakan, sehingga kami memasak daging bangkai ini.”
Mendengar kisah wanita itu, Muwaffiq segera balik ke rumahnya. Dalam hati terbetik kalimat penyesalan, kenapa ia bisa menzalimi tetangganya dan tidak tahu kondisi mereka yang kelaparan? Ia segera mengambil uang 350 dirham yang akan dipakai untuk haji dan diberikan kepada wanita tersebut. “Aku memilih berinfaq kepada yang membutuhkan, seraya berharap kepada Allah agar 350 dirham yang aku berikan kepada wanita itu, menggantikan semua manasik haji yang harus aku lakukan” ujar Muwaffiq.
Abdullah bin Mubarak lantas berkata, “Engkau benar, dan malaikat yang berdiskusi tentang engkau juga benar. Sesungguhnya Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Di bulan Ramadan tahun ini, kita juga bisa menjadi Muwaffiq, seorang tukang sepatu di Damaskus. Muwaffiq yang tersentuh dan peduli dengan tetangganya yang miskin, lalu memberikan seluruh dana haji yang ia tabung. Muwaffiq tidak menyangka karena infaq tersebut, Allah Swt. menerima ibadah hajinya sekalipun ia tidak berhaji. Dan Allah juga menerima haji enam ratus ribu jamaah karena infaqnya kepada wanita miskin yang memakan bangkai.
Ramadan adalah bulan infaq. Dan karena wabah covid19 bisa jadi ada di antara tetangga kita yang bernasib sama seperti wanita tetangganya Muwaffiq di Damaskus. Ketika kita perhatian dan peduli kepada mereka, ketika kita bisa menyisihkan harta yang dititipkan Allah kepada kita untuk mereka, semoga pahala puasa kita juga bisa sama dengan pahala haji Muwaffiq. Dan bisa jadi, karena infaq kita, Allah Swt. menjamin pahala puasa semua umat Islam di sekitar kita. Menjamin pahala seluruh umat Islam di Kabupaten, Propinsi bahkan negara kita.
Dengan infaq tersebut, walaupun kita juga sama membutuhkan, walaupun kita juga sama kekurangan, walaupun kebutuhan kita untuk puasa dan idul fitri juga belum tercukupi, Allah dengan kuasaNya, akan menyempurnakan pahala puasa kita dan keluarga. Bisa jadi, Allah Swt. juga dengan rahmatNya akan menghilangkan wabah covid 19. Karena kita telah berbuat. Karena kita telah peduli. Karena kita telah berbagi. Seperti yang pernah dilakukan oleh Ali bin Muwaffiq, seorang tukang sepatu di Damaskus.