Gaza Hadapi Krisis Kemanusiaan & Pembantaian Massal
JAKARTA, OKENESIA.COM- Memasuki hari ke-11 agresi Pendudukan Israel ke Gaza membuat situasi Gaza semakin memburuk dan berada dalam bencana kemanusiaan dan pembantaian massal. Hal terebut diungkapkan, Direktur Yayasan Persahabatan dan Studi Peradaban, Dr. Ahed di Jakarta, Selasa (17/10/2023).
“Pendudukan Israel telah memutuskan pasokan air, listrik, dan bahan bakar, serta melarang masuknya bahan pokok makanan ke wilayah Gaza. Sebagai akibatnya, Gaza berada di ambang bencana kemanusiaan yang besar dan menghadapi pembantaian massal,” ungkap Ahed.
Dalam sehari, terang Ahed, Pendudukan Israel menjatuhkan lebih dari 1.200 ton amunisi bom yang terlarang secara internasional, mengakibatkan kehancuran yang luar biasa. Ribuan unit rumah telah hancur total atau rusak parah, menyebabkan 445.000 warga sipil mengungsi, sementara Tim SAR kesulitan dalam upaya penyelamatan.
Pendudukan Israel, ungkap Ahed melakukan serangan brutal dan menyasar warga sipil, paramedis, fasilitas kesehatan dan lembaga pendidikan. “Pada hari Ahad, serangan bom intensif menargetkan distrik-distrik dan pemukiman sipil. Infrastruktur jalan dan lembaga pelayanan publik juga menjadi sasaran, termasuk kantor Pertahanan Sipil (Tim SAR) dan komplek Rumah Sakit Al-Quds. Serangan ini mengakibatkan 7 petugas Tim SAR dan ambulance tewas, serta 12 orang lainnya terluka,” jelas Ahed.
Ahed menambahkan, hingga saat ini, serangan Pendudukan Israel telah menyerang 144 lembaga pendidikan, termasuk universitas, sekolah, dan taman kanak-kanak.
Sementara itu, jumlah kerugian jiwa meningkat setiap saat di Gaza. Bahkan dalam setiap 5 menit, satu orang warga Palestina di Gaza terbunuh oleh serangan Pendudukan Israel. Dan menurut Kantor Informasi Pemerintahan Gaza bahwa 64 persen korban tewas adalah anak-anak dan wanita.
“Senin kemarin, korban serangan Pendudukan Israel telah bertambah menjadi 2.778 orang dan 9.938 lainnya luka-luka, selain itu juga telah memusnahkan total 371 keluarga dengan seluruh anggota keluarganya,” tambah Ahed.
Sementara hari ini (Selasa, 17/10/2023) tambah Ahed, jumlah korban terbunuh dan meninggal sejak awal agresi Pendudukan Israel telah mencapai lebih 3.200 orang, sepertiganya sebanyak 950 orang adalah anak-anak; dan sepertiga lainnya lebih 900 orang adalah wanita dan lansia, dan ini belum termasuk korban yang masih tertimbun di bawah puing-puing sejak hari pertama agresi di Gaza.
Merespon kondisi kemanusiaan dan pembantaian massal ini terhadap warga Palestina di Gaza, YPSP menegaskan bahwa: mendesak dengan segera pengiriman peralatan dan tim penyelamat sipil untuk membantu mengangkat puing-puing dan menyelamatkan warga yang masih tertimbun di bawahnya.
YPSP juga meminta pemerintah Indonesia untuk mengajak negara-negara lain untuk segera mengirimkan peralatan tersebut.
Mendesak Pemerintah Indonesia untuk memberi tekanan kepada Pendudukan Israel untuk menghentikan kebrutalan serangan Pendudukan Israel ke Gaza, serta mendesak untuk membuka koridor bantuan kemanusiaan dan membuka akses kebutuhan dasar seperti air, peralatan medis, bahan makanan, dan bahan bakar.
YPSP menegaskan bahwa bangsa Palestina berhak untuk merdeka dan bebas serta kembali ke negerinya yang telah mereka tinggalkan lebih dari 75 tahun, juga punya hak untuk berjuang melawan penjajah ini dengan semua cara yang dibolehkan oleh undang-undang internasional.
“YPSP menegaskan bahwa migrasi dan mengungsi ke Mesir atau negara lain bukanlah pilihan dalam kamus rakyat Palestina, dan rakyat kami lebih memilih kematian di tanah mereka daripada mengalami pengusiran (Nakbah) mereka dua kali,” ungkap Ahed. (top/*)