Mengerikan, Warga Gaza Hadapi Krisis Kemanusiaan & Genosida

0

BANGGAI, OKENESIA.COM- Warga Gaza, Palestina menghadapi krisis kemanusiaan yang cukup mengerikan. Peristiwa tragis kemanusiaan terjadi sejak agresi Pendudukan Zionis Israel ke Gaza. Bukan hanya krisis kemanusiaan yang dihadapi warga Gaza, pasukan Pendudukan Israel secara sistematis telah melaksanakan rencana mengerikan, yakni genosida.

“Di depan agresi ini, kami menghadapi krisis kemanusiaan, pembunuhan massal dan genosida,” ujar Direktur Yayasan Persahabatan dan Studi Peradaban (YPSP), DR. Ahed Abu Al-Atta di hadapan pewarta di Hotel Kota, Luwuk, Kabupaten Banggai, Ahad (22/10/2023) malam. Ahed menjelaskan berbahasa Arab itu diterjemahkan oleh Ustadz Anas yang mendampinginya.

Sejak awal serangan ini sebut Ahed, pasukan Zionis Israel telah mengabaikan prinsip pemisahan antara target sipil dan militer. Israel sama sekali tidak menghormati hukum humaniter. Serangan pasukan tentara Pendudukan Israel menargetkan warga sipil di tempat-tempat pengungsian. Terbaru, gereja tertua di Gaza yang telah berusia 500 tahun lebih juga menjadi korban serangan yang menewaskan warga.

Bahkan, serangan Israel tidak hanya di Jalur Gaza saja, tapi Tepi Barat Palestina juga ikut diserbu. “Palestina ada dua, Jalur Gaza dan Tepi Barat. Di Tepi Barat, 702 warga meninggal, 1.500 lainnya terluka,” papar Ahed.

Kerusakan rumah penduduk di Jalur Gaza, persentasenya sudah mencapai 33 persen yang dibombardir. Warga Gaza hidup di pengungsian, mereka tidak punya lagi rumah. “Israel tidak menghormati hukum humaniter yang menargetkan warga sipil di tempat-tempat pengungsian, gereja tertua di Gaza juga diserang,” katanya.

Bukti tidak menghormati hukum humaniter itu sebut dia, Zionis Israel tidak menghormati rumah-rumah ibadah. Terdapat 22 masjid, 32 gereja hancur dengan serangan bom tanpa henti. “Tidak hanya itu, yang mendokumentasikan kekejaman Israel tak luput dari serangan. Sudah 22 jurnalis dari 50 media yang tewas. Israel menyasar orang-orang yang menolang, seperti ambulans dan paramedis, puluhan tenaga medis sudah meninggal,” kata Ahed.

Sejak Israel menjajah Palestina, sudah ribuan penduduk syahid. Di Penjara Israel, sebanyak 17 ribu warga Gaza dikurung. Begitu pun setiap harinya, Israel mencuri dan merampas tanah Palestina dengan membangun dan mengajak penduduk luar untuk tinggal di Palestina.

Parahnya lagi, Israel membagi Masjid Aqsha secara periodek dan zaman. Kebijakan pembagian periodek dan zaman itu ditolak umat muslim di Palestina. Masjid Aqsha, menjadi simbol keagungan. Di masjid inilah terdapat pijakan kaki Rasulullah menuju Sidartul Muntaha bertemu Allah untuk menerima perintah kewajiban salat di peristiwa isra mikraj. “Kami di Palestina dan umat Islam menegaskan, Massjid Aqsha tidak bisa dibagi,” tegas Ahed.

Fakta demi fakta disaksikan bahwa penjajah Israel memukul anak-anak dan perempuan, dan menghalangi umat muslim masuk ke Masjid Aqsha. “Kami sebagai bangsa yang terjajah, punya hak untuk melawan penjajah sebagaimana Indonesia melawan penjajah. Begitu pun juga Palestina. Undang-undang internasional bahwa orang terjajah, berhak mengangkat senjata,” tekan Ahed.

Adapun sekarang, Gaza menghadapi pembantaian massal dan genosida. Sejak 16 hari menghadapi pemboman setiap hari, ada ratusan hingga ribuan distrik di Gaza terbantai. Memutus pasokan air, listrik dan obat-obatan ke Gaza.

Israel sempat mengizinkan pasokan masuk, tapi belum cukup. Kebutuhan rakyat Gaza, sebelum terjadi perang 500 kontainer per hari. Namun, selama 16 hari agresi Israel, baru diizinkan 20 kontainer. Ahed mengibaratkan pasokan kebutuhan itu seperti satu titik di lautan terhadap mereka warga Gaza yang sedang dijajah dan diperangi.

Tidak hanya itu, bentuk pembantaian Israel itu, ketika warga Gaza membeli kebutuhan makanan di Gaza. Ada sekitar 15 warga menyasar yang hendak membeli di pasar, penargetan tembakan itu adalah warga sipil.

Ahed menginformasikan jumlah yang syahid 4.651, di antaranya 1.873 adalah anak-anak, 1.023 perempuan. Seratus enam puluh lima ribu unit rumah yang sudah rusak, sejak agresi Zionis Israel. Dua belas ribu unit rumah rusak total. Dan 50 persennya rusak sebagian.

Sampai saat ini, 1.500 warga yang berada di bawah reruntuhan gedung yang tidak bisa dikeluarkan. Lima ratus tujuh puluh tiga keluarga yang dibantai, jumlah anggota keluarga 3.600 terbunuh dan sudah terhapus dalam catatan sipil.

Ahed ingin mengirimkan pesan bahwa ketika serangan Israel tidak dihentikan, maka akan terjadi krisis kemanusiaan. Setiap waktu terjadi serangan ke Gaza. “Saya mendesak, menyerukan kepada lembaga di Indonesia, untuk turut menghentikan kejahatan itu. Dan Indonesia punya potensi itu. Kita juga menghargai sikap dan respon yang diambil Presiden Jokowi dan Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, tapi tidak sampai di situ, tekanan lebih untuk menghentikan kekejaman Israel. Saya juga menyerukan lembaga-lembaga kemanusiaan di Indonesia untuk mengefektifkan bantuan ke Palestina,” harapnya.

Indonesia dan warga ungkap Ahed, memiliki peran efektif memberikan bantuan di Palestina. Contoh konkretnya dengan membangun rumah sakit Indonesia di Gaza yang juga menjadi target serangan pasukan Israel.

Ahed menjelaskan pula krisis kemanusiaan yang dilakukan Israel di Gaza. Sebelum agresi terjadi, terdapat tiga koridor, masuknya barang-barang luar ke Gaza. Dan saat ini, hanya ada koridor yang dibuka, yakni gerbang Rafa yang terletak di perbatasan Mesir. “Satu koridor yang terbuka itu, masuk pasokan 20 kontainer bahan seperti bantuan makanan dan obat-obatan. Kami belum tahu apakah masuk lagi atau tidak, karena Israel menekan warga Gaza,” urainya.

Saat ini tutur Ahed, bagaimana fokus untuk memasukkan listrik di Gaza untuk menghidupkan fasilitas kesehatan rumah sakit demi merawat warga yang terluka. Jika ini tidak terjadi, maka akan terjadi krisis kemanusiaan.

Baik otoritas Palestina dan Hamas menghadapi hal yang sama. “Semua bangsa Palestina menghadapi satu hal yang sama, menghadapi pedihnya penjajahan, baik di Gaza maupun di Tepi Barat. Israel tidak membedakan Hamas dengan Fatah, diserang semua. Rakyat Palestina sepakat dan sama-sama melawan penjajah Israel di Palestina,” ungkap dia.

Di kesempatan itu pula Ahed menjelaskan bahwa tanah yang diduduki Israel dan semakin hari memperluas wilayahnya dengan membangun perumahan penduduk merupakan tanah milik Palestina. Israel tak punya tanah. “Adapun tanah Palestina, adalah hak Palestina dari laut dan darat. Tidak akan pernah mundur merebut tanahnya. Anda bisa bayangkan, Belanda yang menjajah Indonesia ini membagi wilayah-wilayah, seperti pulau Jawa, Kalimantan dan Sulawesi untuk dikuasai penjajah. Apakah anda menerima itu? Tentu tidak. Karena Palestina terjajah, maka akan merebut sampai penjajah hilang,” kata Ahed.

Palestina diakui Ahed, sudah diakui sebagai negara merdeka. Namun sayang, rakyat Palestina masih terjajah dan penjajah ada di Palestina. Penjajah Israel itu tidak menghargai resolusi PBB. Bahkan tak satu pun yang dijalankan Israel. Semisal pembagian wilayah. Sepanjang sejarah pendirian negara Israel hingga kini, perluasan wilayah terus dilakukan. Tanah rakyat Palestina dicaplok begitu saja. “Pengakuan dunia internasional tentang batas dan penguasaan wilayah (resolusi PBB) pada tahun 1967. Sebagian untuk rakyat Palestina, sebagian di bawah penguasaan penjajah. Ini adalah pembagian zalim yang diberikan oleh penjajah,” papar Ahed Abu Al Atta. (top)

Comments
Loading...
error: Content is protected !!