Kasus Keguguran & Kelahiran Premature Meningkat di Jalur Gaza

0

JAKARTA, OKENESIA.COM- Agresi militer Israel sejak perang genosida ‘Badai Al-Aqsha’ menyebabkan kerumitan hidup warga sipil Jalur Gaza, Palestina.

Kementerian Kesehatan Palestina mencatat, militer Zionis Israel telah melenyapkan nyawa 337 petugas kesehatan dan penangkapan 99 di antaranya, dipimpin direktur rumah sakit di Gaza utara.

Militer Israel dengan dengan sengaja menargetkan 150 institusi kesehatan, menyebabkan 30 rumah sakit dan 53 pusat kesehatan tidak dapat beroperasi. Sebanyak 122 ambulans menjadi target serangan.

“Kementerian Kesehatan mencatat lebih dari 8.000 kasus infeksi virus hepatitis A disebabkan oleh kepadatan penduduk dan rendahnya tingkat kebersihan diri di lokasi pengungsian,” ungkap Juru Bicara Kementerian Kesehatan Palestina, dr. Ashraf Al-Qudra yang dirilis, Kamis (18/1/2024).

Ashraf memperkirakan, jumlah infeksi hepatitis C akan berlipat ganda di berbagai tempat pengungsian di Jalur Gaza.

“Kami mencatat, ratusan kasus keguguran dan kelahiran prematur, akibat kepanikan dan terpaksa melarikan diri akibat pengeboman brutal,” tutur Ashraf.

Kurangnya layanan kesehatan di tempat pengungsian dan sulitnya mencapai rumah sakit membuat sekitar 60.000 wanita hamil berisiko mengalami komplikasi kehamilan.

“Kami memperingatkan dampak serius dari kehabisan gas nitrogen di ruang operasi, yang membahayakan nyawa ratusan orang yang terluka,” ungkap dia.

Kemenkes Palestina ujar Ashraf, memperingatkan komplikasi kesehatan serius yang mempengaruhi 350.000 pasien kronis sebagai akibat dari kurangnya ketersediaan obat-obatan dan kegagalan mereka memasuki Jalur Gaza.

Kondisi itu diperparah lagi, laboratorium rumah sakit tidak dapat melakukan pemeriksaan laboratorium darah (CBC), karena kurangnya bahan, serta habisnya 60 persen bahan untuk berbagai laboratorium dan pemeriksaan virus.

“Sekitar 10.000 pasien kanker masih terkena komplikasi serius yang merenggut nyawa puluhan pasien setiap hari, akibat kurangnya pengobatan dan kurangnya layanan kesehatan di tempat pengungsian setelah Rumah Sakit Persahabatan Turki tidak berfungsi,” kata Ashraf.

Penargetan langsung dan terus menerus di sekitar Rumah Sakit Al-Wusta dan Khan Yunis mengancam nyawa ribuan anak-anak yang terluka, sakit, prematur dan terlantar serta menyebabkan hilangnya nyawa puluhan dari mereka sebagai akibat dari hilangnya keluarga mereka.

Kepadatan besar-besaran di Rumah Sakit Bersalin Tal Al-Sultan, Rumah Sakit Abu Youssef Al-Najjar, dan pusat perawatan di Rafah, membuat mereka tidak mampu menangani pasien dan luka dalam jumlah besar setiap hari.

Infrastruktur kesehatan dan lingkungan di kota Rafah sangat rapuh dan tidak mampu menjawab kebutuhan lebih dari 1,3 juta pengungsi warga Jalur Gaza.

“Pendudukan (Israel) masih mengontrol volume, kualitas dan pemberian bantuan medis dengan tujuan menjaga organisasi kesehatan dalam keadaan terus menerus bisa kolaps. Setelah dipilah bantuan medis yang masuk ke Jalur Gaza, sayangnya persentase yang bisa terpakai kurang dari 30 persen. Artinya jumlah bantuan terbesar tidak memenuhi kebutuhan kita,” urai Ashraf.

Mekanisme meninggalkan korban luka untuk mendapatkan perawatan masih meresahkan dan berkontribusi pada pembunuhan ratusan orang saat mereka menunggu persetujuan untuk dipulangkan selama berminggu-minggu.

Fakta demikian kian menegaskan bahwa pendudukan menggunakan mekanisme ini sebagai senjata tambahan untuk membunuh orang yang terluka.

Olehnya itu, Kemenkes Palestina menyerukan semua pihak internasional untuk bekerja mengembangkan mekanisme baru yang efektif menjamin aliran bantuan medis sesuai dengan kebutuhan warga.

“Kami menyerukan kepada saudara kami Mesir, negara-negara Arab, dan negara-negara di dunia bebas untuk menemukan mekanisme baru guna memastikan pembebasan lebih dari 6.500 orang yang terluka sebagai prioritas mendesak dan menerima mereka di rumah sakit dan pusat kesehatan,” seru Ashraf.

Kemenkes Palestina juga menyerukan kepada badan dan lembaga internasional untuk melakukan survei medis komprehensif terhadap para pengungsi dan melakukan intervensi segera untuk mencegah bencana kesehatan dan kemanusiaan yang mereka alami akibat penyebaran epidemi, kelaparan, dan kekurangan air untuk minum dan Kebersihan pribadi.

“Kami menyerukan kepada Komite Internasional Palang Merah dan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk berupaya mengunjungi tahanan dari sektor kesehatan dan kemanusiaan dan berupaya untuk membebaskan mereka,” pinta Kemenkes Palestina. (top/**)

 

Comments
Loading...
error: Content is protected !!