Islam & Negara Mayoritas Muslim Tak Mampu Bersatu
JAKARTA, OKENESIA.COM- Pendudukan Israel mendapatkan sokongan bantuan dari negara-negara pro Zionis Yahudi, tapi sayang seribu sayang, sokongan terhadap warga Jalur Gaza dari kaum muslimin dan negara-negara berpenduduk muslim tak mampu menunjukkan sokongan seperti yang dilakukan oleh negara pro Zionis Yahudi.
Demikian disampaikan Direktur Yayasan Persahabatan dan Studi Peradaban (YPSP), DR. Ahed Abo Al-Atta di agenda live session ngabuburit yang diinisiasi Mata Palestina, jelang berbuka puasa, Jumat (15/3/2024).
Dukungan negara-negara pro Zionis Yahudi tak henti-hentinya mengirimkan bantuan kepada Israel untuk menghajar warga Jalur Gaza, Palestina. Perang genosida terus berlanjut, sementara warga Jalur Gaza yang menjadi korban agresi ‘Badai Al-Aqsha’, seolah tak mampu berbuat banyak.
Umat Muslim maupun negara-negara muslim di seantero jagat seolah tak berdaya. Hanya mampu meneteskan air mata melihat penindasan dan penderitaan yang dirasakan warga Jalur Gaza.
Untuk sekadar memasukkan paket bantuan makanan dan pangan ke Jalur Gaza, sangat sulit. Antrean kendaraan mengular di Rafah, perbatasan Palestina-Mesir. Kalangan muslimin tak bisa berbuat apa-apa meski hanya sekadar memberikan bantuan.
Tausiah ngabuburit yang disampaikan DR. Ahed berbahasa Arab itu dipandu sekaligus diterjemahkan Ustadz Anas. Ahed merupakan warga asli kelahiran Jalur Gaza, Palestina yang saat ini berdomisili di Jakarta. Ahed terbilang sangat aktif mengabarkan kondisi Palestina sekaligus menggalang donasi untuk disalurkan ke warga Jalur Gaza.
Dalam tausiah singkatnya jelang berbuka, DR. Ahed menjelaskan bahwa dalam sejarah umat Islam, enam bulan sebelum Ramadan disiapkan. Demikian halnya ketika berpisah dengan Ramadan, enam bulan setelahnya. Itu artinya, dalam setahun adalah Ramadan. Warga Jalur Gaza menyiapkan penyambutan Ramadan dalam kondisi sulit.
Ahed mengabarkan bahwa warga Jalur Gaza, tetap menjalankan salat tarawih di atas puing-puing masjid yang sudah rubuh. Mereka tetap khusyuk menjalankan perintah Allah, seperti biasa.
“Budaya di Gaza, mereka ketika buka puasa, anggota keluarga berkumpul berbuka puasa bersama. Sekarang mereka berkumpul untuk melepas kepergian syuhada dari anggota keluarga mereka,” ujar DR. Ahed.
Mereka kata Ahed, sahur apa adanya. Dengan air dan begitu juga saat berbuka puasa juga dengan air.
“Ada kebiasaan di Gaza, sebagai pertanda berbuka puasa dengan suara tembakan mortir. Ketika suara mortir berbunyi, itu artinya berbuka puasa. Namun saat ini, bom-bom senantiasa meledak menyasar warga. Israel tak punya belas kasih, sepertiga korban adalah anak-anak dan sepertiganya adalah wanita. Israel seperti tak punya rasa bersalah. Anak-anak serta wanita di Gaza sengaja dibunuh tentara Israel,” ungkap Ahed.
Warga Jalur Gaza kata dia, hingga saat ini dan hingga hari akhir akan tetap mempertahankan Masjid Al-Aqshas. Pendudukan Israel menginjak-injak kehormatan Masjid Al-Aqsha. Tentu sikap itu, tak akan dibiarkan kaum muslimin di Jalur Gaza.
“Ada rencana Israel menghancurkan Masjid Al-Aqsha, warga Gaza mengambil sikap menghadapi Israel. Sikap yang diambil oleh warga Gaza adalah membela kehormatan Umat Islam yang menjadi tanggung jawab seluruh kaum muslimin di seluruh dunia. Saya ingin mengirim pesan ke Indonesia, masjid Al-Aqsha adalah milik kalian. Warga Gaza akan terus dibunuh dan dibantai. Militer Israel tidak akan pernah membedakan umur dan jenis kelamin,” ungkap Ahed.
Agenda itu berakhir setelah bedug Magrib berbunyi. (top)