Menyingkap Tabir, Kisah Madcholil di Balik Terciptanya Lambang Kabupaten Banggai (bagian 1)
BANGGAI, OKENESIA.COM- Kabupaten Banggai sudah berusia 64 tahun. Setiap tanggal 8 Juli, peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) dilangsungkan meriah oleh Pemda Banggai. Namun, di balik kemeriahan perayaan hari jadi kabupaten bermotto ‘Momposaangu Tanga Mombulakon Tano’, belum pernah dikisahkan siapa sebenarnya perancang lambang daerah ini. Bahkan, sang perancang lambang daerah semasa hidupnya hingga mangkat, Madcholil tak pernah menerima penghargaan atas jasanya.
Untuk memperkenalkan kepada khalayak kisah di balik rancangan lambang daerah ini, Okenesia.com ingin mencantumkan tulisan Madcholil yang diketiknya pada tahun 1993 atau empat tahun sebelum ia berpulang. Madcholil, sang guru Bahasa Inggris di PGA Luwuk itu menghadap Sang Penguasa Alam pada tahun 1997.
Tulisan ini murni mengutip tulisan Madcholil, sang perancang lambang Kabupaten Banggai. Di teks itu, tertanggal 19 Juni tahun 1993 di Palu. Madcholil menutupnya dengan membubuhkan tandatangan.
Berikut tulisan Madcholil.
PROLOG PEMBUATANNYA
Perencanaan dan pembuatan pataka dikerjakan di tempat penulis, kadang-kadang harus dibawa ke kantor tempat kerja penulis untuk mengejar waktu, itulah sebabnya kawan sekantor termasuk sdr. K. L. Madina menjadi saksi mata, sebab waktu itu beliau menjabat bendahara di Kantor Dep. Agama Kabupaten Banggai.
Bentuk keseluruhan pataka menyerupai bedge/perisai bhayangkara sebab semula disiapkan untuk pataka Kepolisian.
– Dasar perisai berwarna merah melambangkan keberanian yang dicerminkan pada suasana upacara adat kerajaan tempo doeloe yang didominasi warna merah, baik pakaian, hiasan, ornamen, umbul-umbul bendera seluruhnya berwarna merah.
Hiasan burung maleo melambangkan cita-cita membangun dari rakyat Banggai selalu membumbung tinggi dan burung itu sendiri melukiskan hasil spesifik daerah, yaitu telur maleo yang pada saat panenan pertama di kota Kecamatan Batui terselenggara pesta adat yang dapat dilestarikan berupa cikal bakal budaya daerah.
Gunung Tompotika menandakan kekokohan dan keteguhan pendirian untuk menyongsong hari depan yang lebih cerah; serta gunung Tompotika selain gunung tertinggi juga mengandung kepercayaan mistik di daerah ini.
Garis melintang di tengah-tengah berwarna kuning warna netral yang dapat dikombinasi semua warna membagi dua perisai, menunjukkan rakyat Banggai dapat membaur dengan siapapun pendatangnya juga melukiskan daerah Banggai yang terdiri dari dua bagian yaitu daerah darat dan laut yang masih konsisten memelihara persatuan dan kesatuan; masing-masing Banggai laut menghasilkan kekayaan lautnya digambar dengan kulit mutiara sebagai isyarat hasil laut primadona daerah, sedang di daratnya menjulang tinggi pohon kelapa, yang pada waktu itu menjadi hasil dominan Banggai darat.
Pohon kelapa sebatang menggambarkan angka satu pada tahun berdirinya daun sejumlah 9 juga melambangkan tahun sehingga membentuk angka 1-9 = 19.
Di sebelah kiri terlukis padi dan kapas teratur berhimpitan, mengisyaratkan kemakmuran yang didambakan oleh segenap insan, termasuk rakyat Banggai; padi berjumlah 8 bulir menunjukkan tanggal dan kapas berjumlah 7 putik menunjukkan bulan, terbentuklah angka-angka 8-7-19, sedangkan angka 60 terdapat pada lukisan yang terletak sebelah kanan, ialah lukisan mayang kelapa. Sempurnalah angka-angka yang melambangkan lahirnya Banggai menjadi daerah Kabupaten tanggal 8 bulan Juli 1960.
Pita bertuliskan Mongkulibang yang kelak DPRD gantikan tulisan Kabupaten Banggai dan sebelah atas burung ditambahkan bintang lima berwarna kuning emas melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Setelah siap dikerjakan beserta artian falsafahnya, pencipta buat bendera aslinya terbuat dari kain sebanyak 2 (dua) lembar; selembar diserahkan kepada pemesan yaitu Komandan Resort Kepolisian 1910 Banggai dan selembar lainnya disimpan di rumah pencipta dimaksudkan untuk arsip dan bukti penciptaannya.
Dari bendera simpanan inilah terjadi peristiwa beruntun.
Pembaca perlu maklumi bahwa saat dibuatnya bendera yang waktu itu disebut pataka, PEMDA Banggai belum memiliki lambang/panji resmi yang siap pakai.
Terselanggaranya PORDA di Kabupaten Poso datang seorang kawan akrab penulis bapak H. Noorsaleh Malotes yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Banggai (waktu itu tahun 1993, red) bersama bapak Amiru T.S. Bulla, Karyawan Kantor Pengadilan Negeri Luwuk yang kini masih sehat wal’afiat (juga tahun 1993. Hingga kini kedua beliau tercatat sebagai saksi mata, datang meminjam pataka tersebut mewakili bendera Daerah Banggai ke PORDA tersebut.
Seusai kegiatan ini bendera dikembalikan dalam keadaan baik.
Selang beberapa waktu PORDA diselenggarakan di TAHUNA, SANGIR, datang pula bapak Drs. H. Moh. Saleh Abdullah mengulangi peristiwa PORDA POSO membawa pataka sebagai panji pengenal Daerah Banggai ke TAHUNA. (bersambung)