Prostitusi Online: Modus Penipuan Hingga Catut Hotel Luwuk (Bagian 2, habis)

0

OLEH,: MUHAMMAD ZULFIKAR, LUWUK-BANGGAI

 

Waktu terus berganti. Obrolan terus berlanjut. Gafar ternyata semakin tertarik untuk mendalami Najwa. Gafar pun menyodorkan pertanyaan demi pertanyaan yang sebenarnya bersifat privat, seperti soal identitas, asal-usul, dan lain sebagainya. Namun bukannya tertutup, Najwa malah seakan tidak malu mengekspose data diri dengan mengirimkan Gafar sebuah foto kartu tanda penduduk (KTP) beralamat Makassar, Sulawesi Selatan.
Anehnya, Gafar tidak menaruh curiga meski melihat ada ketidakcocokan data NIK dengan tanggal lahir dalam KTP yang dikirimkan Najwa kepadanya. Ditambah lagi foto wajah dalam KTP Najwa itu tampak telah direkayasa sedemikian rupa.
“Kenapa kamu mau kerja begitu?” Gafar melanjutkan obrolan.

Menurut Najwa, kata Gafar, dia terjebak dalam pekerjaan haram itu karena utang. Adiknya sakit keras. Najwa butuh biaya yang tidak sedikit untuk dipakai adiknya cuci darah. Ditambah orangtua yang tidak punya penghasilan, memaksa Najwa mau tak mau harus meneken kontrak dengan seorang muncikari.
“Kemarin aku utang Rp13 juta buat cuci darah adik aku, cuma sekarang sisa Rp7 juta lebih,” ujar Gafar ketika membacakan pesan WhatsApp balasan dari Najwa.

***
DALAM buku bertajuk Atas Nama Malam (1999), Seno Gumira Ajidarma, seorang wartawan senior majalah Jakarta-Jakarta berpendapat, kisah-kisah klise yang diutarakan Najwa, atau perempuan-perempuan pelacur pada umumnya, sebagai alasan mengapa mereka memilih terjun ke dunia hitam tersebut adalah sebuah ketidakjujuran.
Cerita-cerita pelacuran yang selalu sama. Selalu mirip. Melacur karena terpaksa. Untuk menolong orangtua dan adik-adik di kampung halaman. Mempertahankan hidup daripada mengemis.

Namun ironis, Gafar ternyata sama seperti seorang lelaki awam yang ketika terbawa perasaan akan mudah kehilangan logika. Ya, kisah receh Najwa yang diceritakannya itu ternyata sudah cukup untuk membuat Gafar terpengaruh. Gafar tidak lagi bisa berpikir jernih. Dia sudah benar-benar tersentuh, dan sekarang ingin berubah menjadi seorang pahlawan—setidaknya buat Najwa seorang.
Dan dorongan itu menjadi semakin kuat setelah Najwa kembali mengirimkannya sebuah pesan WhatsApp yang membuat Gafar kian merasa iba.
“Aku sudah janji sama diri aku sendiri, kalau ada orang yang niatnya baik dan bawa aku keluar dari dunia seperti ini, aku minta dia nikahin aku.”
Najwa benar-benar membuat Gafar menjadi galau. Rasa penasaran ingin segera bersua bercampur dengan keinginan untuk menolong Najwa keluar dari dunia hitam itu. Perasaan itu kini telah membludak dalam dadanya. Toh, masalah uang tidak menjadi masalah buat Gafar yang memang hidup berkecukupan.
Sekarang Gafar hanya ingin bertemu Najwa. Tetapi Najwa memberikan syarat yang mesti dipenuhi Gafar terlebih dahulu.
“Kak harus DP dulu kalau mau ketemu aku.”

Lantas, Gafar pun mentransfer Rp150.000 ke nomor rekening Bank Rakyat Indonesia (BRI) 2012-0100-2516-XXX dengan akun bernama Najwa Hilyani. Dia mengirimkan salinan resi transferan kepada Najwa.
Sejurus kemudian, seorang agen atau penghubung bernama Muhammad Akbar dengan nomor telepon +62 822-9992-0349 menghubungi Gafar. Panggilan masuk di layar telepon Gafar itu bertuliskan layanan privasi.
Gafar mengangkat telepon, Akbar berbicara.

Menurut Akbar, kata Gafar, untuk bertemu Najwa, dirinya diharuskan mentransfer sejumlah uang. Akbar pun mengirimkan Gafar sebuah gambar invoce atau surat tagihan sebagai reservasi daftar tamu booking di salah satu hotel yang berada di bilangan Karaton.
Nominalnya lumayan, yakni Rp455.000
“Itu untuk jaminan keamanan Abang, supaya selama berada di hotel nanti, Abang itu keamanannya terjamin,” kata Gafar menirukan ucapan Akbar via telepon Whatsapp.

Di dalam mobilnya yang terparkir persis di depan hotel malam itu, Gafar berpikir keras. Di satu sisi, ada bisikan lemah di telinganya untuk segera berhenti. Namun di lain sisi ada perasaan iba yang kuat yang terus-menerus mendorongnya untuk menolong Najwa.

***
GAFAR sempat berhenti berkomunikasi sebelum Najwa kembali mengirimkannya pesan via WhatsApp yang masuk pada Minggu malam, 28 Juli 2024.
“Kak, aku belum makan.”
“Bagaimana, Kak? Kakak mau, ‘kan, ketemu sama aku?”
Gafar mengacuhkan pesan-pesan itu. Tetapi Najwa tidak mau menyerah.
“Kalau mau, nanti Kakak bayar dulu invoice-nya.”

Najwa kembali menggoda. Dan itu cukup mengganggu, hingga akhirnya Gafar kehilangan akal sehat. Dia tidak tahu lagi bagaimana caranya mengontrol diri. Dan tanpa keraguan sedikitpun Gafar lantas menggerakkan jari-jemarinya.

Dia membuka mobile banking, memasukkan kata kuncinya, dan segera dikirimkannya uang sebanyak Rp455.000 ke nomor rekening Najwa Hilyani.
Gafar berharap, dia akan segera bertemu Najwa setelah itu. Akan tetapi, bukan telepon Najwa yang masuk, malah Akbar yang kembali memanggil.

Dengan intonasi yang dibuat-buat supaya meyakinkan, Akbar mengatakan bahwa Gafar mesti terlebih dahulu menyelesaikan administrasi berupa kartu tamu pengunjung senilai Rp990.000.
Gambar kartu dengan dominasi warna ungu bertuliskan UOB Lady’s Card G-Hotel itu tampak berlogo seperti MasterCard di bagian kanan bawah. Menurut Akbar, ungkap Gafar, kartu itu perlu diaktivasi oleh setiap tamu pengunjung.
“Kartu ini hanya sekali diaktivasi, Bang. Jadi, kalau Abang nanti ada rezeki lagi, dan mau ketemu ladies-nya, Abang sudah tidak perlu mengaktivasi kartu ini lagi, cukup datang saja,” tutur Gafar, yang kembali menirukan kata-kata Akbar lewat sambungan telepon.

Entah apa yang merasuki Gafar malam itu? Dirinya yang kalap dan tanpa berpikir panjang kembali mentransfer sejumlah duit yang diminta Akbar. Uang Gafar sebanyak Rp990.000 kembali melayang ke rekening BRI Najwa Hilyani.
Namun nyatanya aksi Akbar tidak usai sampai di situ. Kali ini, dia menelepon Gafar dan memberikan foto invoice lain selepas Gafar mengirimkan resi salinan transfer aktivasi kartu pengunjung yang barusan ditransfernya. Invoice ketiga kali itu berisi keterangan reservasi jaminan keamanan ladies dengan nominal Rp1.150.500.
“Ini untuk jaminan keamanan ladies-nya, Bang. Jadi kalau Abang sudah kembalikan ladies-nya dengan selamat tanpa kekurangan sesuatu apapun, semua uang Abang akan dikembalikan,” kata Akbar, yang lagi-lagi ditirukan Gafar.
Mendapatkan tagihan itu, Gafar pun tersentak sadar. Dia seolah terjaga dari mimpinya, dan berharap apa yang barusan dialaminya hanyalah sebuah mimpi. Sayang, semuanya terlambat. Uang Gafar sudah diembat. Sementara wanita yang ingin ditemuinya tidak pernah dia dapat.
“Nanti yang terakhir itu baru saya sadar kalau saya sudah ditipu,” sesal Gafar.

Gafar pun melanjutkan, Najwa sempat menghubunginya usai dirinya mentransfer sejumlah uang. Dan kata “Uang Kakak aman kok di sini” itulah yang telah menambah keyakinan Gafar bahwa dirinya benar-benar telah dikibuli oleh Najwa yang bersekongkol dengan Akbar—yang sedari awal seolah-olah berperan sebagai agen atau muncikari.

Gafar kesal bukan main, walaupun sebetulnya bukan soal dia telah mengirimkan sejumlah uang itu benar yang mengganggu jalan pikirannya, karena toh dia masih bisa mencari uang lagi dengan pekerjaannya sehari-hari, tetapi bagaimana aksi penipuan yang dialaminya itu tentu saja tak bisa dia laporkan kepada pihak yang berwajib, setelah dirinya terlibat prostitusi online yang mencatut hotel-hotel ternama yang ada di seputar kota Luwuk. (*)

Comments
Loading...
error: Content is protected !!