Oleh: H. Iswan Kurnia Hasan, LC, MA
(Pimpinan Umum Okenesia.com/Direktur Alquran Institute Banggai)
Tidak ada yang membantah bahwa ahli surga mendapatkan kenikmatan yang tidak pernah dirasakan di dunia. Walaupun berusaha dipikirkan jenis kenikmatan yang tertinggi, di surga nantinya akan lebih dari apa yang terpikirkan. Lalu, bagaimana bila seseorang yang rindu dengan pekerjaannya di dunia dan ingin melakukan hal yang sama di surga?
Misalnya seorang nelayan yang rindu untuk menangkap ikan. Bisakah ia kembali menangkap ikan di surga? Seorang Seorang pegawai kantoran yang ditakdirkan masuk surga. Apakah ia bisa meminta untuk bekerja kembali di kantor? Karena rindu dengan suasana bekerja saat di dunia? Seorang Imam di masjid. Saat masuk surga rindu dengan suasana berjamaah, seperti saat dirinya di dunia. Apakah bisa menjadi imam lagi di surga?
Atau misalnya seorang yang gemar berolahraga di dunia. Apakah ia akan berolahraga lagi di akhirat? Seorang pesepakbola yang ditakdirkan masuk ke dalam surga. Apakah ia bisa bermain bola lagi di akhirat? Seorang yang menggeluti olahraga panahan di dunia. Lantas tiba-tiba rindu untuk memanah saat di surga. Bagaimana kondisinya? Apakah ia bisa menggeluti hobinya lagi di akhirat?
Dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari, disebutkan suatu saat Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam pernah ditemani oleh seorang Arab Badui dalam satu majelis. Lantas beliau bersabda, “Ada seorang penduduk surga yang akan meminta izin kepada rabbnya untuk menanam di surga. Lalu Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman kepadanya, “Bukankah apa yang kau inginkan bisa langsung terpenuhi?” Sang penduduk surga menjawab, “Iya, akan tetapi aku ingin menanam saat ini” Allah Subhaanahu wa Ta’aala lalu memerintahkannya, “Taburlah benih!” Maka cabang tanamannya langsung tumbuh seketika. Lalu semakin besar. Dan seketika pula langsung bisa dipanen. Hasil panennya menumpuk setinggi gunung. Lalu Rabb berfirman kepadanya, “Silahkan engkau ambil (hasil panennya) wahai Anak Adam. Sesungguhnya tidak ada yang akan membuatmu puas (di surga)”.
Mendengar apa yang disabdakan oleh Rasul, sang Arab Badui lalu berkata, “Demi Allah, kalau begitu engkau tidak mendapati (orang yang biasa bercocok tanam) kecuali orang Quraisy dan Anshar. Adapun kami (orang Badui) bukan orang-orang yang biasa bercocok tanam”.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam memastikan bahwa kegiatan yang biasa kita lakukan di dunia akan bisa diulangi di akhirat. Dengan suasana yang berbeda tentunya. Juga dengan fasilitas yang terbaik. Bila di dunia kita hobi sepakbola, maka di akhirat nanti level permainan sepakbola kita akan jauh di atas Messi atau Cristiano Ronaldo. Level terbaik. Semua jenis gol bisa kita lesakkan. Dengan semua jenis tendangan yang disukai. Sekali menendang akan langsung gol. Sekalipun dijaga oleh kiper terbaik yang pernah kita kenal di atas muka bumi.
Kalau biasa memanah. Maka di akhirat skor panahan kita akan sempurna. Tidak ada yang meleset. Semua anak panah yang dilepaskan akan masuk dengan sempurna di titik dengan nilai paling tinggi. Skil panahan kita melebihi para ahli panah yang pernah kita lihat dalam film Mahabarata atau Bahubali. Kalau biasa stress karena tidak bisa mendapatkan poin yang sempurna saat memanah di dunia. Segera perbaiki hubungan kita dengan Allah. Segera melaksanakan semua perintahNya. Dan menjauhi laranganNya. Agar kitab bisa masuk surga. Dan saat memanah, semua skor yang kita inginkan akan langsung terpenuhi. Dengan seketika.
Kira-kira begitulah gambaran surga sesuai hadis Rasul. Walaupun nantinya akan lebih indah. Akan lebih luar biasa. Melebihi dari apa yang bisa kita bayangkan dalam pikiran atau dituangkan dalam tulisan. Sebab semua kenimatan dunia, walaupun sangat indah, walaupun sangat nikmat, walaupun sangat lezat, walaupun sangat nyaman, tetap hanyalah kenikmatan semu. Sangat jauh bila dibandingkan dengan yang ada di akhirat.
Dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Demi Allah, tidaklah dunia bila dibandingkan dengan akhirat melainkan seperti seorang yang mencelupkan jari tangannya ke laut. Lalu hendaklah ia perhatikan apa yang di dapat jari tanganya.” Kenikmatan yang ada di dunia hanya seperti air yang tersisa di tangan yang dicelupkan di laut. Sementara kenikmatan di akhirat seperti air laut itu sendiri.
Kalau itu dalam bentuk kegiatan. Bagaimana bila kita yang menjauhi maksiat di dunia, lalu saat masuk ke dalam surga mau mencoba maksiat? Kita yang selalu berusaha menghindari dosa di dunia agar bisa masuk Firdaus. Lalu saat memasukinya, kita ingin merasakan perbuatan dosa?
Dalam kitab “Al-Furuu’” diceritakan diskusi yang terjadi antara Abu Yusuf Al-Qazwiiniy dan seorang dari kalangan mu’tazilah yang bernama Abu Ali bin Al-Waliid. Abu Ali berkata, “Tidak dilarang melaksanakan hubungan antara sesama lelaki di surga, karena itu merupakan bagian dari sebuah kenikmatan”. Abu Yusuf kemudian mengkritisi pendapat Abu Ali, “Kecenderungan untuk menyukai seorang laki-laki adalah sebuah kelainan (tidak normal). Dan tidak ditakdirkan seorang laki-laki untuk menyukai sesama jenisnya”.
Walaupun semua keinginan kita akan dipenuhi di surga. Namun orang-orang yang masuk surga adalah mereka yang melaksanakaan ketaatan di dunia. Orang yang terbiasa melaksanakan perintah Allah dan RasulNya. Serta menjauhi larangan yang ada dalam syariat Islam. Sehingga saat masuk ke dalam surga, tidak lagi terpikirkan untuk melakukan maksiat yang sudah dilarang di dunia. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Nasai dari sahabat Abu Hurairah radiyallaahu ‘anhu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “barang siapa (laki-laki) yang memakai kain sutra di dunia, maka ia tidak akan bisa memakainya di akhirat. Dan barangsiapa yang meminum khamr di dunia, maka ia tidak bisa meminumnya lagi di akhirat. Barang siapa yang minum di bejana yang terbuat dari emas dan perak, maka ia tidak akan bisa lagi menggunakan bejana emas dan perak di akhirat”.
Ketika mengomentari firman Allah dalam surat Al-Ahqaf ayat 20, “Kamu telah menghabiskan (rezeki) yang baik dalam kehidupan duniamu dan bersenang-senang dengannya. Pada hari ini kamu dibalas dengan azab yang menghinakan karena kamu takabur di bumi, padahal tidak berhak (untuk sombong), dan (juga) karena kamu selalu durhaka”, Ibnu Rajab Al-Hambali mengatakan bahwa barangsiapa yang berpuasa di dunia dengan menahan syahwatnya, maka ia akan berbuka dengan mengumbar syahwatnya sesuai dengan yang dikehendakinya setelah ia meninggal. Dan barang siapa yang tidak tahan untuk melakukan sesuatu yang haram sebelum wafat, maka ia tidak bisa lagi mengkonsumsinya atau mengerjakannya di akhirat.
Orang yang masuk surga adalah orang yang sebelumnya taat di dunia. Kala masuk surga mereka hanya akan meminta semua jenis kenikmatan surga sebagai balasannya. Tidak akan lagi terpikir untuk melakukan maksiat.
Oleh karena itu, selama hidup di dunia, seharusnya kita tidak melakukan maksiat. Walaupun hanya sekedar mencobanya. Atau mengkonsumsi yang dilarang Islam. Sebab jangan sampai tidak lagi bisa mengkonsumsinya di akhirat. Adapun orang yang minum khamr di surga, sementara diharamkan di dunia, karena memang salah satu air sungai yang mengalir di akhirat adalah sungai khamr. (***)