Like Netizen Atau Ridha Allah?

0

Oleh: Iswan Kurnia Hasan, LC, MA

(Pimpinan Umum Okenesia.com/Direktur Alquran Institute Banggai)

 

OKENESIA.COM- Memasuki dunia yang telah terkoneksi satu sama lain, apalagi berkembang dunia baru lainnya yang disebut multiverse, dimana jaringan media sosial bukan hanya di dunia, tapi berkembang ke alam semesta, membuat kita harus lebih hati-hati menghadapinya. Terkadang tangan yang mengupload, semakin gatal untuk memviralkan ke semesta semua amal yang kita lakukan. Karena ingin berburu like dunia maya. Karena ingin mendapatkan suka netizen. Walaupun terkadang semakin mengancam ridha dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala.

karena berburu top trend di media sosial, semua yang kita lakukan akhirnya dipublish. Termasuk amal salih yang kita kerjakan. Saat kita salat, tidak ketinggalan khusyuknya diupload di facebook. Saat kita sedekah dengan tangan kanan, tidak lupa tangan kiri merekamnya dan mengirim ke youtube. Saat kita ingin mengejar khataman Al-Quran, tiba-tiba tilawah kita menjadi perbincangan di whats app karena sempat direkam dan dishare ke sahabat satu grup. Saat airmata tumpah karena ingin mengharapkan ijabah dalam doa, di sisi lain kita juga mendapatkan ijabah di instagram dari banyak netizen.

Apakah memang kehusyukan salat bisa difacebokkan? Apakah keikhlasan sedekah bisa diyoutubekan? Apakah tartilnya Al-Quran bisa diwhatsappkan? Dan apakah harapan ijabah dalam doa bisa diinstagramkan? Apakah tidak menggangu kemurnian semua ibadah tersebut? Apakah pahala ibadah tidak akan tergerus karena di sisi lain bisa dihinggapi riya di dalamnya? Apakah ridha Allah Subhaanahu wa Ta’aala tidak berubah menjadi murkaNya?

Namun tidak bisa dibantah media sosial juga sarana utama saat ini dan sangat efektif untuk mendakwahkan kebaikan. Konten dakwah yang dishare dalam bentuk video pendek yang disebar di youtube, akan dengan mudah tersebar dan menyentuh semua objek di dunia. Kajian keislaman yang disebar secara online, akan bisa memberikan manfaat ke khalayak yang lebih banyak, dibanding secara offline. Tadabbur ayat yang diupload di Instagram, akan langsung dikonsumsi netizen, tanpa dibatasi oleh waktu, tempat dan kondisi. Telaah hadis dengan sanad dan matannya, sambil membahas makna dan pelajaran yang terkandung di dalamnya, lalu dikirim ke facebook, akan bisa dimanfaatkan oleh jamaah dunia maya. Bisa jadi, juga akan memberikan inspirasi kepada yang bukan Islam untuk mempelajari agama Islam.

Dalam surat Al-baqarah ayat 271, Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman “Jika kamu menampakkan sedekahmu, itu baik. (Akan tetapi,) jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, itu lebih baik bagimu. Allah akan menghapus sebagian kesalahanmu. Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”.

Menurut Ibnu Katsir, dalam ayat ini ada petunjuk tentang menyembunyikan sedekah dari mata manusia yang lebih utama daripada menampakkannya. Termasuk menguploadnya di jejaring sosial. Karena akan menjauhkan orang yang bersedekah dari riya yang dilarang. Kecuali ada maslahat riil yang bisa dirasakan dengan sengaja menampakkannya. Seperti ingin memberikan contoh yang baik kepada manusia lain, agar mau bersedekah. Maka ada keutamaan dengan menguploadnya.

Ketika menafsirkan ayat yang sama, sahabat Ibnu Abbas radiyallaahu ‘anhu memberikan klasifikasi tersendiri, “Dalam sedekah yang hukumnya sunnah, Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengutamakan untuk disembunyikan dibanding ditampakkan. Pahalanya bisa berlipat sampai 70 kali. Sementara sedekah yang hukumnya wajib (seperti zakat) lebih diutamakan untuk ditampakkan daripada disembunyikan.

Senada dengan Ibnu Katsir dan Ibnu Abbas, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Seorang yang mendengarkan bacaan Alqurannya kepada manusia, sama seperti seorang yang menampakkan sedekahnya di mata manusia. Seorang yang menyembunyikan bacaan Alqurannya dari manusia, sama seperti seorang yang menyembunyikan sedekahnya dari mata manusia”.

Dalam kitab Tuhfah Al-Ahwadzy, Imam Ath-Thaibiy mengatakan, “Ada hadis yang menyebutkan keutamaan untuk mendengarkan bacaan Alquran kepada orang lain dan keutamaan untuk menyembunyikannya. Menyembunyikan bacaan Alquran lebih utama bila takut dihinggapi riya. Mendengarkan bacaannya lebih baik bila tidak takut riya. Dengan syarat tidak mengganggu orang lain. Seperti yang sedang salat atau tidur. Karena amal yang ditampakkan ada manfaat lain dalam bentuk syiar. Ada manfaat yang juga bisa dirasakan oleh yang membaca Alquran. Dengan mengeraskan dan mendengarkannya ke orang lain, akan memberikan motivasi tersendiri bagi pembacanya, mengusir rasa ngantuk, dan menggairahkan pendengar untuk beribadah”.

Lalu, patron apa yang bisa kita pegang? Sementara ada riya yang bisa menghanguskan pahala amal salih yang kita share di facebook. Ada riya yang bisa menghancurkan surga yang berusaha kita bangun dengan ibadah saat menguploadnya di facebook? Ada riya yang bisa merusak pahala ketaatan dan merubahnya menjadi dosa dalam catatan malaikat apabila dibagi di Instagram.

Para ulama bersepakat bahwa yang utama terlebih dahulu adalah menyembunyikan amal salih dari pandangan manusia. Karena khawatir dihinggapi riya. Banyak ayat dan hadis yang menyebutkan keutamaan untuk menyembunyikan amal. Seperti hadis sahih yang menyebutkan bahwa sedekah yang tidak tampak oleh mata manusia akan meredam marahnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Atau hadis yang menceritakan keutamaan 7 golongan yang akan mendapatkan naungan Allah Subhaanahu wa Ta’aala di hari kiamat, menunjukkan keutamaan orang-orang yang menyembunyikan amal salih: seorang yang hatinya selalu terpaut dengan masjid. Keterpautan antara hatinya dengan masjid hanya Allah yang mengetahui. Bukan manusia. Juga seseorang yang bersedekah. Saking tersembunyinya sedekah itu, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui sedekah yang diberikan oleh tangan kanannya sendiri. Lalu seseorang yang kala sendiri saja saat mengingat Allah, tanpa kehadiran orang lain, ia lantas meneteskan air matanya. Bukan mengumbar airmatanya di depan publik.

Bila kemudian kita ingin menampakkannya, kita ingin menguploadnya di media sosial, maka tergantung niatnya menurut Syaikh Ibnu Al-Utsaimin, seorang ulama di Mekkah. Bila mengupload amal di jejaring sosial dengan niat ingin menunjukkan kepada netizen bahwa kita adalah orang yang salih, orang yang dekat dengan Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Ingin mengumbar ketaatan kita di youtube, ingin mensucikan diri lewat instagram, ingin dianggap orang baik di facebook, ingin dianggap sebagai ahli surga diwhats app, maka ini adalah sebuah hal yang tidak terpuji. Harus dihindari dan segera bertaubat.

Adapun bila kita membagi amal salih di jejaring sosial dengan niat untuk menceritakan nikmat Allah Subhaanahu wa Ta’aala agar bisa memotivasi orang lain untuk melakukan kebaikan yang sama, yang disebut dengan “tahadduts binni’mah”, maka niat tersebut menjadi sebuah kebaikan. Sebab Allah Subhaanahu wa Ta’aala dalam surat Ad-Dhuha ayat 11, “Terhadap nikmat Tuhanmu, nyatakanlah (dengan bersyukur)”.

Rasulullah shallalaahu ‘alaihi wa sallam juga menegaskan dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka bagi dia pahala orang yang mengerjakan kebajikan tersebut”.

Saat membuka hp dan ingin mengupload amal salih yang kita lakukan, cobalah masuk ke dalam ruang hati kita sedalam-dalamnya. Betul-betul dicek niat yang ada di dalamnya. Tafakkur sejenak. Tanyalah hati dengan tulus. Apakah kita ingin berburu like atau ridha Rabb? Apakah kita ingin mengejar trending topik atau masuk surga? Apakah kita ingin dianggap salih atau ingin pahala diraih? Apakah kita ingin dunia atau akhirat?

Comments
Loading...
error: Content is protected !!