Saksi Mata Selamat dari Jebakan Bantuan Amerika-Israel di Gaza: “Sekilo Tepung untuk Satu Nyawa?”

0

JAKARTA, OKENESIA.COM- Dalam kondisi kemanusiaan yang makin terpuruk akibat blokade dan pemboman berkepanjangan, ribuan warga Gaza terus mempertaruhkan nyawa demi mendapat bantuan pangan yang dijanjikan oleh pihak luar.

Salah satu saksi mata, Ahmad Jamil, warga Gaza, menceritakan pengalaman mengerikannya ketika mencoba menuju Netzarim untuk memperoleh bantuan makanan yang disebut-sebut berasal dari aliansi Amerika dan Israel.

“Aku memutuskan pergi ke Netzarim dengan harapan akan mendapat sekeranjang makanan,” ungkap Ahmad, dikutip dari Metras Umma Media, Rabu (25/6/2025).

Ahmad tak sendiri. Ia membawa serta keponakannya, seorang pelajar berprestasi yang menjadi tulang punggung keluarganya di tengah kehancuran Gaza.

Dengan harapan menjadi yang pertama dalam antrean, mereka meninggalkan rumah pukul 01.00 dini hari. Namun perjalanan yang mereka anggap sebagai jalan menuju harapan berubah menjadi mimpi buruk penuh darah.

Di pintu masuk Nuseirat, mereka menjumpai puluhan ribu orang yang bersandar di dinding, berbisik lirih memperingatkan:

“Tundukkan kepalamu, jangan bergerak! Ada penembak jitu yang akan menembak siapa saja yang bergerak!”,” kata Ahmed kepada keponakannya itu.

Ketegangan makin terasa ketika mereka mencapai area bernama Kazya. Di sana, meski jumlah orang lebih sedikit, suasana justru lebih mencekam. Suara peluru mulai terdengar menghantam sekitar mereka.

“Kita harus berhenti, kita ketahuan,” bisik Ahmad kepada keponakannya yang kemudian menjawab dengan tekad:

“Sekarang kita akan mengumpulkan 50 atau 60 orang, mengangkat tangan, dan lari ke arah penghalang. Itulah cara masuk.”

Dengan penuh ketakutan, Ahmad menyadari bahwa mereka bukanlah penerima bantuan, tetapi subjek dari eksperimen hidup dan mati di bawah pengawasan drone dan tentara bersenjata.

Setelah berkumpul dalam kelompok sekitar 50 orang, termasuk lima gadis muda, mereka berani mengambil langkah pertama. Dalam hitungan detik, peluru mulai menghujani mereka dari segala arah.

“Aku melihat seseorang tanpa kepala. Jeritan dan erangan terdengar dari segala sisi. Seseorang berteriak ‘Bahuku!’, yang lain ‘Dadaku!’,” kenang Ahmad.

Ia menggambarkan kekacauan yang menyerupai adegan film horor: mayat-mayat berserakan, tubuh hancur, identitas tak bisa dikenali, dan kepala manusia menggelinding di trotoar. Banyak korban yang terluka tak bisa diselamatkan karena tembakan lanjutan menanti siapa saja yang mendekat.

“Kami hanyalah kelinci percobaan. Mereka memperlakukan kami seperti tikus lapar. Ini bukan bantuan, ini adalah jebakan,” katanya.

Ahmad berhasil selamat dengan merangkak di antara mayat-mayat dan bersembunyi di reruntuhan bangunan sebelum akhirnya melarikan diri. Ia kembali ke rumah pukul 04.00 pagi, menangis saat melihat anak-anaknya tertidur.

“Sekilo tepung untuk satu nyawa? Apakah kami semurah itu?”

Sementara itu, keponakannya, justru berhasil membawa bantuan, meski nyawanya nyaris melayang.

“Aku masih muda. Kalau aku tak mati tertembak, aku akan mati kelaparan,” ujar keponakan Ahmad, menggambarkan betapa putus asanya warga Gaza.

“Jika aku selamat, aku tak akan pernah kembali ke sana lagi,” pungkas Ahmad. (top/ummamedia/*)

Comments
Loading...
error: Content is protected !!