Membangun Sekolah yang Aman dari Siklus Bullying

0

Oleh: Andi Sriwahyuni , S.Pd

(Guru & Aktivis Muslimah)

 

Maraknya perundungan dikalangan para remaja menjadi hal yang begitu meresahkan. Dampak negatif akibat kasus perundungan menyasar pada kondisi fisik maupun psikologis generasi. Dan mirisnya, pelaku bullying terus bertambah walaupun sudah banyak yang dilaporkan ke pihak yang berwajib bahkan diviralkan di sosial media. Seolah tindakan tersebut tidak memberikan efek jera bagi para pelaku untuk melakukan hal yang merugikan orang lain.

Baru-baru ini korban perundungan tersebut menimpa siswa SMP oleh teman-temannya. Lokasi kejadian yakni di Ciparay, Kota Bandung, Jawa Barat. Anak tersebut diceburkan ke sumur karena menolak meminum minuman alkohol. Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR RI (Lalu Hadrian Irfani), untuk menciptakan sekolah yang aman dan responsif maka sekolah perlu membentuk tim pencegahan kekerasan yang melibatkan guru, siswa dan orangtua (RRI.CO.ID, 27 Juni 2025).

Krisis moral generasi menjadi tamparan keras bagi para orangtua dan pendidik. Mereka memiliki peran yang krusial untuk membentuk karakter anak. Di tengah arus kebebasan saat ini, tentu hal tersebut membutuhkan effort yang tidak mudah. Berbagai pengaruh buruk dilingkungan anak menjadi faktor yang sulit dikontrol baik oleh orangtua maupun pendidik di lingkungan sekolah.

Derasnya konten-konten buruk yang diakses anak melalui gadget serta pengaruh buruk pergaulannya menjadikannya kiblat atau tuntunan. Kemudian, diperparah dengan pengawasan orangtua serta pendidik yang belum optimal. Orangtua tidak memiliki banyak waktu untuk melakukan pengontrolan aktivitas anak sebab tuntunan ekonomi membuat mereka harus bekerja dari pagi hingga siang bahkan diwaktu malam pun harus lembur demi memenuhi kebutuhan keluarga. Begitupun para pendidik, saat-saat jam istirahat misalnya mereka tidak bisa memantau satu per satu kondisi pelajar sebab energi sudah terkuras habis dalam mengajar di kelas dan urusan administrasi lainnya. Adapun, pembiasaan-pembiasaan positif di sekolah belum memberikan dampak yang signifikan sebab karakter yang melekat dalam diri para murid telah terinternalisasi pengaruh buruk dari lingkungan rumah maupun pergaulannya di masyarakat.

Fenomena perundungan dikalangan pelajar membutuhkan penyelesaian yang komprehensif. Pemecahan kasus per kasus bukanlah langkah yang tepat sebab permasalahan bullying berkaitan dengan aspek-aspek lainnya. Dari segi pendidikan, tentu hal ini menjadi bagian yang paling disoroti. Para anak yang berstatus pelajar dengan etika dan moral yang buruk mengkonfirmasi bahwa ada yang keliru dengan sistem pendidikan saat ini. Hal ini tentu menyasar berbagai lembaga pendidikan saat ini baik di lingkup Kemendikbud, Kemenag maupun Ponpes itu sendiri. Diantara lembaga pendidikan yang ada, sedikit banyaknya masih tercium para pelajar yang minim adab dan tidak memiliki kepribadian Islam.

Membentuk Karakter Pelajar Ala Pendidikan Islam

Pendidikan dalam Islam akan melahirkan individu-individu yang berkepribadian Islam yakni memiliki pola pikir dan pola sikap yang Islami. Akidah Islam merupakan landasan yang menjadi tumpuan bagi para pelajar dalam bersikap maupun bertindak. Sebelum melakukan perbuatan, pelajar tersebut dibekali pemahaman-pemahaman tentang tauhid dan hukum syariat. Dengan ketakwaan individu inilah, mereka akan menggunakan akalnya untuk memahami dan mengaitkan hal-hal apa saja yang sejalan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Jika, perkara tersebut tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan maka rasa takut pelajar akan muncul karena sangat menyadari bahwa segala perbuatan yang dikerjakan di dunia akan dipertanggungjawabkan di yaumil akhir nanti. Keimanan yang kuat telah tertancap dalam dirinya, sehingga kehati-hatian dalam berprilaku adalah prinsip yang terus dipegang sehingga meminalisir terjadinya tindakan-tindakan negatif yang berakibat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain.

Dengan menginternalisasikan tsaqofah Islam ke dalam diri para pelajar, mereka tidak akan mudah ikut-ikutan dengan sesuatu yang menjadi tren saat itu. Mereka memiliki pemikiran yang mendalam dan cemerlang, berbagai pertimbangan dipikirkan secara matang sebelum memutuskan sesuatu. Tentu hal ini tidak semata-mata menimbang dari segi manfaat saja namun lebih kepada ketaatan terhadap perintah-Nya karena memahami dengan penuh kesadaran bahwa hanya Sang Pencipta yang tahu persis bagaimana manusia menjalankan kehidupannya dengan segala potensi yang telah dikaruniakan kepadanya.

Pendidikan dalam Islam, tidak akan menjadikan ilmu-ilmu (sains) sebagai problem solving. Sehingga, ketika menemui berbagai persoalan yang menjadi rujukan ialah Al-Qur’an dan Hadits bukan menurut pakar psikolog, sosiolog maupun pakar pendidikan. Dalam pendidikan sekuler hari ini sangat mengsakralkan ilmu-ilmu tersebut. Sehingga, dampaknya terjadilah pandangan-pandangan dan pemikiran yang salah dan bertentangan dengan pemahaman tsaqofah Islam yang sebenarnya. Dalam hal ini, bullying merupakan salah satu problem pendidikan yang seharusnya dikembalikan penyelesaian solutifnya berdasarkan aturan Islam. Namun, tentu hal ini bukanlah perkara yang mudah sebab sudah menjadi fenomena gunug es dan saling terkait dengan aspek-aspek lainnya yang lebih mendasar.

Islam membekali umat dengan ilmu parenting sebelum mereka memasuki dunia pernikahan. Orangtua menjadi lebih siap untuk mendidik anak-anak yang memiliki perbedaan baik yang bersifat gender maupun yang lainnya. Dengan menjadikan akidah Islam sebagai landasan serta mengikuti berbagai keteladanan Rasul dan sahabat maka perlakuan orangtua terhadap buah hatinya menjadi lebih terarah. Islam juga senantiasa memberikan petunjuk agar perkembangan zaman tidak menjadikan aturan syariat ditinggalkan begitu saja. Walaupun tidak dipungkiri banyaknya perbedaan pendapat dikalangan para ulama, namun manusia oleh Allah SWT dibekali dengan akal agar tidak berpikir dangkal. Jadi, aqliyah (pola pikir) dan nafsiyah (pola sikap) yang Islami sangat urgen dimiliki oleh setiap pelajar sehingga karakter yang muncul dalam dirinya ialah karakter yang mulia dan terpuji.

Selain menanamkan ketakwaan individu, dalam Konsep Islam pengontrolan oleh masyarakat dan negara juga tidak kalah pentingnya. Kedua hal ini akan menciptakan lingkungan yang kondusif dan menghindarkan para pelajar dari berbagai pengaruh buruk. Konten-konten maupun berbagai fitur negatif lainnya yang beredar di internet akan dinon-aktifkan tanpa memikirkan lagi apakah berpengaruh terhadap income negara atau tidak, prioritas utamanya adalah menjadikan akidah Islam sebagai asas dalam berprilaku.

Islam dalam institusi negara akan memberikan pendidikan yang tidak hanya berorientasi materi namun lebih kepada bagaimana manusia itu hidup sesuai dengan visi misi Pencipta-Nya. Pendidikan dalam Islam akan mampu diakses secara gratis dan berkualitas. Sehingga, pelajar akan menjadi lebih fokus untuk menuntut ilmu dibanding hanya sebatas mengejar pencapaian yang bersifat materi (harta dan jabatan). Dengan ilmu inilah, pelajar akan memberikan maslahat bagi umat dan sebagai modal untuk mewujudkan peradaban yang gemilang.

Dan output pendidikan Islam dalam institusi Daulah Islam menjadi contoh nyata bagaimana keberhasilan pendidikan yang menjadikan asas akidah Islam sebagai pedoman. Dunia mengenal para cendekiawan muslim yang tidak hanya unggul dalam masalah keilmuwan dunia namun juga pandai dalam ilmu keagamaan seperti Ibnu Sina, Al Khwarizmi, Al-Ghasali, Al-Farabi, Al-Kindi dan sebagainya. Mereka memiliki kontribusi besar bagi peradaban Islam dan dunia. Dan sudah sepatutnya merekalah yang dijadikan sebagai role model bagi para pelajar saat ini. Namun, realitas generasi sekarang begitu terpuruk. Oleh sebab itu, mereka butuh pendidikan Islam yang hanya bisa terterapkan secara menyeluruh jika Islam telah memiliki Institusi yakni Daulah Islam.

Wallahu a’lam bi shawab.

Comments
Loading...
error: Content is protected !!