PT Sawindo Cemerlang Tegas Bantah Tuduhan Tunggakan Sawit, Soroti Masalah Penjualan Lahan 20 Hektare Ngatemin ke Sawindo

0

BANGGAI, OKENESIA.COM- Manajemen PT Sawindo Cemerlang merasa perlu menjelaskan sekaligus mempertegas terkait tuduhan yang dilontarkan oleh Ngatemin, yang menuding perusahaan tidak membayar hasil sawit petani selama tujuh bulan.

Penegasan ini disampaikan oleh Legal Humas PT Sawindo Cemerlang, Dodi Yoanda Lubis, kepada Okenesia.com, Sabtu (16/8/2025).

Dodi menegaskan bahwa perusahaan yang berinvestasi di Kabupaten Banggai tetap berkomitmen menjalankan kewajiban sesuai perjanjian dengan petani plasma.

Pertama, kata Dodi, PT Sawindo Cemerlang bermitra dengan Koperasi Sawit Maleo Sejahtera yang beranggotakan ratusan petani plasma. Kerja sama itu tertuang dalam Surat Perjanjian Kerja Sama (SPK) Nomor: 010/SCEM.DIR.XV/18 – No. 003/KOPBUN-SMS/VI/2018, serta diperkuat dengan SK CPCL Bupati Banggai Nomor: 520/1657/DTPHP tentang Penetapan Lokasi Kebun Plasma Kelapa Sawit Binamu PT Sawindo Cemerlang di Kecamatan Batui dan Batui Selatan.

Kedua, berdasarkan perjanjian dan SK CPCL tersebut, perusahaan berkewajiban membayarkan hasil produksi kebun sawit kepada nama-nama yang tercantum dalam SK. Hal ini, menurutnya, menjadi bukti bahwa PT Sawindo tidak pernah menghilangkan hak petani plasma.

Ketiga, perusahaan mempertanyakan klaim lahan milik Ngatemin. Menurut data perusahaan, Ngatemin sebelumnya menikmati hasil plasma seluas 213,86 hektare. Namun, dalam pernyataan terbaru, ia menyebut lahannya hanya 88,87 hektare. “Kami sudah menanyakan kepada Ngatemin agar terbuka menyerahkan data bukti pembayaran sisa dari 88,87 hektare tersebut kepada siapa saja. Jangan sampai dibayarkan kepada pihak yang bukan masyarakat asli Batui atau Batui Selatan, sebab nilainya mencapai ratusan juta rupiah per bulan,” tegas Dodi.

Keempat, perusahaan menekankan pentingnya transparansi penerimaan SHP (Sisa Hasil Produksi). Menurut Dodi, hal itu harus sesuai dengan SPK-SPHU antara perusahaan, koperasi, dan petani plasma agar dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, baik secara pidana, perdata, maupun wanprestasi.

Kelima, Dodi juga mengungkap adanya persoalan lain terkait lahan 20 hektare yang dibeli PT Sawindo dari Ngatemin pada 2015 dengan nilai Rp70 juta. Lahan itu hingga kini tidak bisa diusahakan perusahaan karena ternyata masih dikuasai masyarakat yang memiliki legalitas sah.

“Kami sudah menanyakan kepada orang yang disebut menjual ke Ngatemin. Mereka mengaku tidak pernah menandatangani dokumen penjualan lahan ke Ngatemin,” jelasnya.

Berdasarkan pengecekan, kata Dodi, terdapat perbedaan antara data KTP penjual dengan tanda tangan yang tercantum dalam dokumen pembebasan lahan.

“Hal ini patut diduga cacat administrasi. Atas kerugian tersebut, kami menuntut Ngatemin untuk menyelesaikan permasalahan ini karena sudah merugikan perusahaan,” pungkasnya. (top/*)

Comments
Loading...
error: Content is protected !!