BANGGAI, OKENESIA.COM– Fenomena putus sekolah kembali mencuat di Desa Sepa, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai.
Dua anak, Apen dan Sintia, diketahui tidak melanjutkan pendidikan meski telah lulus sekolah. Sehari-hari, keduanya bekerja serabutan dengan memungut batu dan kelapa untuk membantu kebutuhan hidup.
Kondisi ini mencerminkan tantangan serius yang dihadapi sebagian anak di wilayah pedesaan.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banggai melakukan monitoring dengan menemui langsung di kediaman mereka, Rabu (24/9/2025).
Sejumlah aparatur di instansi yang dipimpin Syafrudin Hinelo itu turun langsung untuk mengetahui kondisi sekaligus mencarikan solusi terbaik.
Dari hasil kunjungan itu diidentifikasi beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab putus sekolah antara lain kondisi ekonomi keluarga yang serba terbatas, jarak tempuh sekolah yang jauh, serta akses transportasi yang minim.
Selain itu, masih adanya pandangan masyarakat yang menganggap pendidikan bukan prioritas, serta kurangnya motivasi dan minat belajar pada anak, juga turut memperburuk keadaan.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, sejumlah langkah penanggulangan mulai digagas. Program Pagimana Bersekolah hadir sebagai wadah bagi anak-anak putus sekolah dengan menyediakan tempat tinggal serta pembinaan sesuai minat dan bakat. Pendidikan non formal pun menjadi solusi alternatif, menawarkan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja sekaligus memberikan sertifikat kesetaraan.
Selain itu, pemerintah diharapkan memperkuat dukungan melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP), agar anak-anak dari keluarga kurang mampu dapat kembali mengakses pendidikan.
Kasus Apen dan Sintia menjadi pengingat bahwa pemerataan pendidikan masih menjadi pekerjaan rumah bersama. Upaya nyata dari pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan diperlukan agar tidak ada lagi anak di Banggai yang terpaksa meninggalkan bangku sekolah karena keterbatasan. (top/*)