Progres Partisipasi Interes WK Senoro: SKK Migas Apresiasi Langkah Pemda Banggai & Pemprov Sulteng

0

YOGYAKARTA, OKENESIA.COM- Progres partisipasi interes (PI) 10 persen atau kurang dari itu di Kabupaten Banggai di agenda edukasi media dan kolaborasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Banggai Bersaudara, SKK Migas-JOB Tomori yang berlangsung di Yogyakarta, Senin (1/12/2025) cukup menarik diulik para pewarta.

Edukasi media dan kolaborasi bertema “Memperkuat Profesionalisme Media Lokal di Era Digital untuk Informasi Publik yang Kredibel dan Beretika”,
acara ini tidak hanya membahas peningkatan kapasitas media, tetapi juga menjadi ruang komunikasi penting terkait perkembangan kebijakan Partisipasi Interes (PI) daerah pada sektor hulu migas, khususnya untuk wilayah kerja (WK) Senoro.

Kepala Departemen Formalitas dan Komunikasi SKK Migas Perwakilan Kalsul, Wisnu Wardhana, menjelaskan bahwa PI merupakan program pemerintah untuk melibatkan pemerintah daerah dalam kepemilikan dan pengelolaan usaha hulu migas.

“Tujuan utama PI adalah agar Pemda merasa memiliki, sehingga dapat mendukung kelancaran operasi di lapangan. Dalam regulasi terbaru, ada klausul kewajiban penawaran PI kepada pemerintah daerah,” ujar Wisnu.

Ia memaparkan bahwa proses administratif PI untuk Wilayah Kerja atau WK Senoro telah berjalan. Pemprov Sulawesi Tengah telah menunjuk BUMD yang akan menjadi pemegang PI, dan surat menyurat resmi telah dikirimkan ke SKK Migas serta Kementerian ESDM.

Ia menilai bahwa Pemprov dan Pemda Banggai sudah satu chemistry. Proses buka data sudah dilakukan, dan kini memasuki tahap penawaran.

Target penyelesaian PI ditetapkan sebelum Desember 2027, bertepatan dengan pergantian operator wilayah kerja tersebut.

Relations, Security & Comdev Manager JOB Tomori, Visnu Cekti Bhawono, menjelaskan bahwa masa operasi JOB Tomori di WK Senoro akan berakhir pada 2027.

Pemerintah telah menunjuk Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai operator baru untuk periode 2027–2047.

“Nantinya akan ada PHE Tomori dan Donggi Matindok Field berada di bawah PHE. Komposisinya tetap melibatkan Mitsubishi,” kata Visnu.

Ia juga menguraikan kembali konsep PI yang kerap disalahpahami. Berbeda dari saham, PI mewajibkan daerah ikut membiayai operasional sesuai persentase yang dimiliki.

“Jika biaya operasi mencapai Rp100 miliar per tahun dan daerah memiliki 10 persen PI, berarti Pemda wajib membiayai Rp10 miliar per tahun. Di akhir perhitungan, Pemda juga mendapat 10 persen keuntungan,” jelasnya.

Visnu optimistis Pemkab Banggai memiliki kemampuan untuk memenuhi porsi tersebut.

PI Tidak Selalu 10 Persen, Ada Skema “Digendong” untuk Daerah

Terkait besaran PI, Wisnu Wardana kembali menekankan bahwa angka 10 persen adalah batas maksimal.

“PI tidak selalu 10 persen. Ada daerah yang menerima 8 atau bahkan 6 persen. Yang penting adalah keterlibatan daerah dalam dukungan izin, penanganan masalah sosial, hingga pengelolaan pertanahan,” ujarnya.

SKK Migas juga menyebutkan adanya skema khusus bagi daerah yang belum mampu memenuhi kebutuhan pendanaan awal yang besar. Skema itu dikenal dengan istilah “digendong”.

“Jika kebutuhan cash full misalnya 5 juta dolar, dan Pemda belum mampu menyetor di awal, operator dapat ‘menggendong’ dulu seluruh biaya. Kemudian di akhir tahun dihitung dengan potensi pendapatan. Daerah hanya akan mendapatkan selisihnya,” jelas Wisnu.

Ia menegaskan bahwa angka pasti, termasuk potensi keuntungan dan beban biaya, hanya dapat diketahui melalui sesi buka data yang bersifat tertutup. Namun, Pemda Banggai saat ini telah memiliki akses penuh ke data tersebut.

Wisnu mengapresiasi kerja sama pemerintah daerah dan JOB Tomori dalam memastikan proses PI berjalan baik.

“Kolaborasi antara Pemprov, Pemda Banggai, dan operator saat ini sangat aktif. Kami berharap BUMD bisa benar-benar siap beroperasi per 4 Desember 2027,” ujarnya.

Wisnu Wardhana menyatakan, terkait dengan PI merupakan program pemerintah, tujuan utamanya melibatkan Pemda dalam usaha hulu migas. Agar Pemda merasa memiliki, sharing dan bisa membantu pelaksanaan di lapangan.

Selama ini, Pemda hanya mendapatkan kucuran anggaran dalam bentuk dana bagi hasil atau DBH. Dengan ketentuan PI, maka Pemda akan mengetahui dan melakoninya dalam hal-hal teknis di lapangan. Pemda merasa memiliki, tidak hanya menerima DBH yang secara rutin dikucurkan Kementerian Keuangan. Dalam ketentuan terbaru ada klausul terbaru tentang kewajiban Pi 10 persen yang ditawarkan ke Pemda.

Tentu ini kebijakan pemerintah pusat yang pengelolaannya diatur oleh Kementerian ESDM. Namun di dalamnya ada tata caranya, proses penawaran hingga proses membuka data.

Di dalam prosesnya, Pemprov koordinasi ke Pemda. Ada pengaturan internal antara Pemprov dan Pemda sebagai daerah penghasil, dalam bentuk sharing anggaran PI 10 persen.

Wisnu menguraikan mekanisme gendong oleh operator. Apakah menggendong itu?

“Katakanlah sekian persen disepakati, nah setelah disepakati sekian persen kemudian dihitung beban cash full. Misalnya cash full-nya 5 juta dollar, terus Pemda menyatakan berdasarkan APBD kami belum bisa kalau cash fulnya di awal tahun 5 juta dollar, tapi di proyeksi awal tahun akan mendapatkan pendapatan 7 juta dolar. Nah, berarti pada saat di akhir tahun yang hanya akan dibayarkan hanya selisihnya 2 juta dollar saja. Begitu, kurang lebih istilah digendong itu,” urai Wisnu.

Artinya kata dia, seluruh kewajiban dihitung, digendong oleh operator. Segala kewajiban pembayaran digendong operator. Nanti di hitung-hitungannya, kalau misalnya 5 persen, makan akan dikurangi dengan cash full.

“Termasuk kerugian, berarti menanggung kerugiannya juga. Ya, sudah nanti tahun depan lagi digendong lagi,” jelas Wisnu Wardana.

Biasanya, Pemda akan tetap mengelola partisipasi interes ketika hitungan produksi migasnya kategori untung. “Kalau perusahaannya untung, sudah pasti mau, karena ada mekanisme gendong. Biasanya menolak kalau ternyata dalam kurun waktu kedepan hitungannya merugi,” urai Wisnu Wardana.

Sesi tanya jawab dengan pewarta yang menjadi peserta berlanjut. Bahkan hingga mengoreksi ketetapan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 25 tahun 2025 yang salah satu isyaratnya adalah ketentuan sharing pendanaan partisipasi interes antara pemerintah daerah dan pemerintah provinsi, yakni 50-50. (top)

Comments
Loading...
error: Content is protected !!