Operasi ‘Pedang Besi’, Warga Gaza Hadapi Serangan Besar-Besaran Israel
JAKARTA, OKENESIA.COM- Sejak tanggal 7 Oktober 2023, Jalur Gaza menghadapi serangan besar-besaran Pendudukan Israel yang dikenal sebagai operasi “Pedang Besi.” Pendudukan Israel melancarkan serangan dan pemboman dari udara, laut, dan darat terus berlanjut dan meningkat di seluruh Jalur Gaza selama delapan hari berturut-turut.
Menurut Kementerian Kesehatan di Gaza Sabtu, 14 Oktober, total 2.215 warga Palestina terbunuh, termasuk 724 anak-anak, dan 458 perempuan sejak eskalasi dimulai pada pagi hari tanggal 7 Oktober, dan 8.714 warga terluka, termasuk 2.450 anak-anak dan 1.536 perempuan.
Sementara di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, konfrontasi antara warga Palestina dan pasukan Israel terus berlanjut selama tujuh hari berturut-turut. Data tanggal 14 Oktober mencatat 54 warga Palestina terbunuh, dan 1100 orang luka-luka.
Sejak 7 Oktober, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendokumentasikan 42 serangan di Tepi Barat, 28 serangan yang melibatkan gangguan terhadap pemberian layanan kesehatan, mempengaruhi 20 ambulans; 20 melibatkan kekerasan fisik terhadap tim kesehatan; sebelas melibatkan penahanan staf kesehatan dan ambulans; dan tujuh yang melibatkan penggeledahan aset kesehatan secara militer.
Hingga saat ini, data tanggal 13 Oktober, setidaknya 23 staf kemanusiaan, termasuk 11 pekerja kesehatan dan 12 pegawai UNRWA terbunuh akibat serangan Pendudukan Israel. Sementara itu jurnalis yang terbunuh hingga saat ini telah mencapai 8 orang jurnalis.
Organisasi hak asasi manusia telah menyatakan keprihatinannya mengenai insiden di mana warga sipil dan objek sipil menjadi sasaran langsung serangan udara Pendudukan Israel.
Sementara itu, di pihak Pendudukan Israel, hingga pukul 21:00, tidak ada korban jiwa baru di Israel yang dilaporkan. Menurut sumber resmi Israel, setidaknya 1.300 warga Israel dan warga negara asing tewas di Israel sejak 7 Oktober dan setidaknya 3.436 orang terluka, sebagian besar terjadi selama serangan awal yang dilakukan oleh kelompok perlawanan Palestina.
Sejak tanggal 11 Oktober pukul 14.00, Gaza mengalami pemadaman listrik total, menyusul penghentian pasokan listrik dan bahan bakar ke Gaza oleh Israel pada tanggal 7 Oktober. Hal ini memicu penutupan satu-satunya pembangkit listrik di Gaza menyusul habisnya cadangan bahan bakar.
Menurut Kementerian Pekerjaan Umum Gaza (13/10/2023), 1.324 bangunan tempat tinggal dan non-perumahan, yang terdiri dari 5.540 unit rumah telah hancur. Sebanyak 3.743 unit rumah lainnya rusak parah dan tidak dapat dihuni lagi.
Sebelumnya pada tanggal 12 Oktober disebutkan jumlah bangunan yang terkena dampak dan kerusakan mencakup setidaknya 90 fasilitas pendidikan, termasuk 20 sekolah UNRWA, dua di antaranya digunakan sebagai tempat penampungan darurat bagi pengungsi, dan 70 sekolah Otoritas Palestina. Serta dua puluh masjid menjadi sasaran dan hancur, serta sedikitnya tujuh gereja.
Fasilitas air dan sanitasi juga jadi sasaran serangan udara Pendudukan Israel. Sejak dimulainya serangan pendudukan Israel, enam sumur air, tiga stasiun pompa air, satu reservoir air, dan satu pabrik desalinasi yang melayani lebih dari 1.100.000 orang rusak dan tidak beroperasi akibat serangan udara.
Saat ini, jumlah pengungsi internal (IDP) yang ada di Jalur Gaza belum diketahui secara pasti. Pada tanggal 12 Oktober pukul 23:00, jumlah kumulatif pengungsi telah mencapai 423.378 orang, dengan UNRWA menampung sekitar 64 persen dari mereka di 102 tempat yang digunakan sebagai tempat penampungan darurat. Termasuk di dalamnya – 33.054 pengungsi yang mengungsi di 36 sekolah umum. Lebih dari 153.000 pengungsi, yang rumahnya hancur atau rusak, atau meninggalkan rumahnya karena ketakutan, tinggal bersama kerabat dan tetangga, serta fasilitas umum.
Pada tanggal 13 Oktober, menurut Kementerian Kesehatan Palestina, menyebutkan kendaraan evakuasi dari wilayah utara terkena serangan dan membunuh lebih dari 70 orang dan melukai 150 lainnya.
Penting untuk dicatat bahwa serangan Pendudukan Israel mendapatkan dukungan Amerika Serikat. Hal ini dapat membuka jalan bagi serangan yang berlanjut setelah pemerintah Pendudukan Israel membentuk pemerintahan darurat yang bertanggung jawab untuk mengelola perang di Gaza.
Terhadap kondisi demikian, Yayasan Persahabatan dan Studi Peradaban (YPSP) di Indonesia menyerukan bahwa tindakan agresi brutal Pendudukan Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya ini, membutuhkan partisipasi aktif dan peran internasional untuk melindungi bangsa Palestina dan menghentikan Pendudukan Israel melakukan pembantaian massal terhadap warga Palestina.
Oleh karena itu, Rakyat Palestina meminta peran aktif Indonesia yang memiliki peran strategis dan peran diplomatik di forum internasional, termasuk Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memberikan tekanan lebih kepada Pendudukan Israel.
“Kami juga mendorong masyarakat sipil, ulama dan ilmuwan, dan pendakwah Indonesia untuk terlibat aktif memberikan tekanan sipil kepada Pendudukan Israel agar berhenti melakukan serangan brutal kepada anak-anak, perempuan dan warga sipil Palestina,” ungkap Direktur YPSP di Indonesia, Dr. Ahed Abu Al-Atta, Sabtu (14/10/2023).
“Kami juga dengan tegas menolak kebijakan pengusiran paksa (mengungsi) yang dilakukan oleh pendudukan dan kami memanggil komunitas internasional untuk bergerak agar tidak terulang bencana kedua kemanusiaan (Nakbah Kedua),” ungkap Ahed. (top/**)