OLEH: SUTOPO ENTEDING
Tongkrongan para pewarta di Luwuk, Kabupaten Banggai hanya ada di beberapa titik. Salah satunya di Kantin Aspirasi DPRD Banggai.
Bukan soal tempat tongkrongan pewarta yang menjadi fokus bahasan di sini. Tapi, soal kursi para wakil rakyat. Para penyalur aspirasi rakyat di Parlemen Teluk Lalong.
Di Kantin Aspirasi DPRD Banggai saat itu hanya berdua. Saya dan senior saya, namanya Saleh Talibu. Kami biasa menyapanya dengan panggilan Om Ale.
Sedang dalam bincang ringan, tetiba datanglah Ahmad Labino. Pewarta senior yang jago jepret itu bergabung sembari mengangkat sebuah kursi sofa bed.
Kursi yang biasanya dipakai oleh para pejabat itu masih terlihat lengkap. Hanya saja, bagian kaki sebagai penyangga yang biasanya berputar itu sudah lepas dari cengkeramannya.
Masih cukup bagus. Kursi itu lalu dicuci bersih. Pakaian bekas di kantin yang biasanya digunakan mengelap kaca digunakan untuk mengelap kursi berwarna hitam pekat itu.
Om Ale menyarankan agar kursi itu dibawa ke bengkel mungilnya untuk diperbaiki. Tak perlu waktu lama. Bahkan ia menyarankan agar memanggil mobil pikup untuk mengangkut kursi-kursi itu.
Tak berselang lama, datanglah pewarta senior Iskandar Djiada. Ketua PWI Banggai itu ikut mengomentari kursi-kursi rusak itu bercampur kelakar.
Kursi-kursi para wakil rakyat itu memang sengaja dibuang di tempat pembuangan sampah sementara yang berada di paling belakang kantor Parlemen Teluk Lalong, berdekatan dengan Kantin Aspirasi DPRD Banggai.
Paling tidak, ada sekira 18 buah menumpuk di tempat pembuangan sampah sementara.
Melihat kondisi kursi para wakil rakyat yang terbilang masih bisa diperbaiki itu, muncullah berbagai asumsi pewarta.
Salah satunya soal biaya pengadaan baru kursi itu.
Dari hasil penelusuran google, kursi itu harganya dibanderol dengan kisaran paling murah seharga Rp550 ribu per buah hingga Rp2 juta lebih.
Nah, jika kursi-kursi itu telah dibuang, maka sudah bisa dipastikan telah ada penggantinya yang baru.
Ah, saya membatasi tidak sedang menghitung berapa kisaran anggaran untuk pengadaan kursi baru. Namun, terfokus soal mengapa mesti kursi senahal itu yang diadakan untuk hanya sekadar diduduki.
Ada banyak kursi yang harganya jauh lebih murah dan kualitas bahannya tahan lama. Harganya jauh lebih murah.
Jika semua segmen dapat diminimalisir dalam pembiayaan, maka sudah barang tentu akan banyak program yang dinikmati khalayak dapat terbiayai.
Ahh, sudahlah…
Saya memutuskan untuk mengambil satu kursi yang sudah dibuang itu untuk dibawa ke rumah.
Hitung-hitung, dapat satu kursi DPRD Banggai tanpa harus ikut Pemilu. Tabe’
Babasal, 15/1/’25’