Garuda Mendono & Fans ‘Gila’ Mirip Hooligans Inggris
OLEH: SUTOPO ENTEDING
Teriakan penyemangat dari para supporter disertai sumpah serapah kepada pemain atau kepada pengadil permainan tak terhindarkan.
Dimulai saat tiupan wasit penanda pertandingan hingga peluit panjang berakhir pertandingan, riuh lapangan Kompi Senapan (Kipan) C, Selasa (21/1/2025) semalam seolah tak berhenti.
Ya, itulah sedikit gambaran betapa ‘gilanya’ fans Garuda Mendono FC saat bersua dengan Mangkio FC di momen kuartet final. Berebut tempat menuju final itu, Garuda Mendono FC harus angkat koper setelah drama adu finalti.
Sejatinya, Garuda Mendono FC mampu menguasai pertandingan. Buktinya, dua gol yang dilesakkan ke gawang Mangkio FC dan telah dinyatakan sebagai gol oleh wasit utama justru dianulir hakim garis.
Bukan soal hasil pertandingan yang dibahas di tulisan sederhana nan mungil ini, tapi soal tabiat dan kisah unik Garuda Mendono yang telah berlangsung sejak lama entah dimulai kapan.
Fans Garuda Mendono memang benar-benar ‘gila’. Saat giliran Garuda Mendono bermain di mana saja, sudah dapat dipastikan separuh warga di dua kelurahan bersaudara Mendono dan Mondonun akan memadati lapangan.
Mereka bertindak sebagai supporter fanatik yang siap memberi semangat. Tak hanya sebatas memberi semangat, menjatuhkan mental pemain lawan tak terhindarkan. Bahkan, para supporter itu sengaja berjibun di belakang penjaga gawang lawan untuk menjatuhkan mental, menghilangkan konsentrasi agar bola yang melesak ke mulut gawang tak mampu ditepis sang kiper.
Jangan coba-coba wasit bertindak tak adil. Sudah bisa dipastikan para supporter akan mengeluarkan sumpah serapah bahkan hingga intimidasi. Tak sedikit momen pertandingan berakhir kacau. Korbannya, Garuda Mendono tak diberi tempat untuk menjadi kontestan di pertandingan lainnya.
Jika dapat diistilahkan dan tak berlebihan, maka supporter Garuda Mendono itu mirip Hooligans Inggris.
Hooligans Inggris adalah istilah yang merujuk pada kelompok pendukung sepak bola Inggris yang terkenal karena perilaku agresif dan kekerasan, baik di dalam maupun di luar stadion. Fenomena hooliganisme ini telah menjadi bagian dari sejarah budaya sepak bola Inggris sejak pertengahan abad ke-20 dan sering kali dikaitkan dengan bentrokan antar kelompok pendukung tim.
Fanatisme sepakbola supporter Garuda Mendono tak hanya ketika momen pertandingan.
Dukungan supporter benar-benar nyata. Tanpa komando, emak-emak dengan ikhlas menyiapkan makanan bergizi dan menjamu para pemain, official, pelatih saat jelang pertandingan.
Mereka patungan, mengumpulkan uang untuk membeli bahan makanan.
Tak hanya itu, ketika jelang momen turnamen dimulai dan sudah dipastikan Garuda Mendono mendaftar menjadi peserta, secara sukarela ada yang membuat daftar list sumbangan.
Mereka naik dari rumah ke rumah untuk menjamah warga mengumpulkan pundi-pundi rupiah penyokong tim kesayangan mereka untuk biaya berlaga.
Warga yang memiliki kendaraan roda empat secara sukarela pula memberikan tumpangan untuk mengangkut para pemain Garuda Mendono. Sebuah budaya gotong royong yang patut dilestarikan.
Cerita lainnya, Garuda Mendono tak pernah punya pelatih resmi. Hanya saat pertandingan sajalah disiapkan pelatih untuk sebatas mengatur posisi para pemain.
Lalu, siapakah pelatih harian mereka? Pelatih mereka adalah para legenda Garuda Mendono yang masih diberi umur panjang.
Saban sore, para legenda hidup Garuda Mendono menyaksikan para pemain di lapangan Garuda Mendono.
Ketika melihat pemain yang salah dalam mengoper bola, salah passing atau salah posisi, di situlah para legenda itu memberi instruksi di luar lapangan. Bahkan, tak jarang para legenda itu memarahi pemain sembari memberi petunjuk.
Konon, berdasarkan penuturan legenda hidup Garuda Mendono, Aspari bahwa saat mereka masih remaja memperkuat Garuda Mendono, mereka digodok cukup keras. Berlatih berlari berjam-jam.
Cerita Aspari yang unik adalah ketika mereka menyaksikan pertandingan di layar kaca.
Para pemain Garuda Mendono beberapa tahun silam tak hanya sekadar menonton bola, tapi belajar taktik.
Posisi mereka menonton sama persis di posisi mereka bermain di lapangan. Sebuah cerita mengesankan. “Kalau kami menonton bola, misak mule sumo menonton tv biasa. Kami o potinjo sumo posisi mami i lapangan (Kalau kami menonton pertandingan sepakbola, bukan seperti menonton televisi biasa. Kami dalam posisi berdiri, sama persis dengan posisi kami di lapangan),” cerita Aspari yang karib disapa Tekpi oleh juniornya berbahasa Saluan.
Satu hal lainnya, warga setempat seperti memiliki semangat serupa. Bila anda orang baru dan sedang berkendara dan hendak melewati lapangan Garuda dengan kendaraan khusunya mobil, maka ingat satu hal jangan masuk di lapangan. Sudah pasti akan dapat larangan.
Demikian pula dengan kebersihan lapangan. Warga yang bermukim di sekitar lapangan secara sukarela membersihkan lapangan. Memangkas rerumputan.
Upss, satu hal lagi, jersi Garuda Mendono selalu identik dengan warna merah bercampur kuning. Tabe’
Babasal, 2/1/2025