Oleh: Adham Syarqawi
(PenuliS Palestina yang tinggal di Libanon saat ini)
Gaza kini yatim piatu, Anas!
Ia menangis tanpa suara, karena kamu adalah suaranya!
Ingatkah bagaimana aku menghiburmu atas kesyahidan Ismail?!
Aku sampaikan padamu hari itu:
Tidak semua orang akan menyaksikan kemenangan.
Yasir dan Sumayyah ra syahid sebelum Hijrah,
Hamzah dan Muhs’ab ra syahid sebelum pembebasan kota Mekah.
Kita bertanggung jawab atas usaha, bukan hasilnya.
Bertanggungjawab melakukan perjalanan, bukan sampai di tempat tujuan.
Bertanggungjawab melakukan perjuangan, bukan kemenangan.
Kemenangan adalah janji Allah, yang pasti datang.
Setiap orang yang gugur di jalan Allah pasti menang, meskipun mereka tidak sampai di tempat tujuan!
Aku mengunggah ulang kata-kata ini beberapa jam sebelum kesyahidanmu. Aku tak pernah membayangkan sedetik pun bahwa apa yang diucapkan kepadamu untuk menguatkan dan meneguhkan akan diucapkan kepadamu sebagai belasungkawa!
Bagaimanapun, aku tak akan meratapimu. Ratapan adalah kematian yang lain, Anas! Aku takkan menghimpun dua kematian untukmu!
Jika kami meratapi orang-orang terkasih, itu berarti kami mengubur mereka di dalam tanah sekali lagi. Penderitaan kami karena kepergianmu cukup sekali saja, karena hampir tak tertahankan!
Namun, kata-kata ini adalah hakmu atasku. Aku membutuhkannya, sedangkan kamu tidak membutuhkannya. Semoga Allah memberimu pahala yang besar jika kami tidak membalaskan dendammu dengan semestinya!
Aku tidak akan meratapimu, bukan karena pelit kata-kata, juga bukan karena tak menemukan ungkapan. Sebaliknya, berkabung adalah dengan mengakui kepergianmu, dan kamu akan tetap bersama kami selamanya!
Manusia tidak mati karena kematian mereka, melainkan karena dilupakan dan dikhianati. Kamu akan tetap berada di antara kami, seperti pohon zaitun yang tetap ada di Palestina.
Jejak langkahmu di jalan ini akan tetap terukir di hati kami hingga akhir hayat kami. Hidupmu akan jauh lebih panjang daripada hidup para pembunuhmu. Jadi, beristirahatlah sekarang. Jerih payah yang telah kau tanggung sudah cukup, kesedihan yang telah kau derita sudah cukup, dan kelaparan yang telah kau tanggung sudah cukup. Nikmatilah apa yang telah Allah berikan kepadamu. Kami iri padamu!
Aku tidak akan meratapimu. Ratapan berarti menangis, dan tak ada waktu untuk menangis sekarang. Luka yang ditangisi bisa membuat lupa, dan kami tak ingin melupakannya!
Kami akan menunda tangisan kami hingga hari pembebasan yang kau persiapkan. Di pelataran Masjid Al-Aqsa, setelah terbebas, insya Allah, kami akan menangisimu sebagaimana kau pantas ditangisi.
Di sana, ketika kami mencarimu dan tak menemukanmu, kau akan terasa lebih hadir daripada semua yang hadir. Tapi tak apa menangisi kehadiranmu!
Aku ingat hari kau berkata padaku: “Simpanlah foto ini sebagai kenangan jika aku syahid!”
Aku berkata padamu hari itu: “Jangan katakan itu!”
Aku tahu saat itu, dan kau tahu, bahwa kata-kata tak akan memajukan atau menunda apa pun!
Tapi hari ini, hanya aku yang tahu bahwa kau terlalu indah untuk tetap berada di dunia seperti ini!
Kesejahteraan semoga tercurahkan atasmu, Anas! Berapa kali kau berdiri dengan menahan rasa lapar agar orang lain bisa makan!
Berapa kali kau menahan air matamu agar tak tertumpah, karena kau tahu seluruh kota sedang bersandar padamu! Berapa kali kau mengatasi kerinduanmu kepada istri dan anak-anakmu, memilih untuk tidak pergi menemui mereka dan membeli keselamatan mereka dengan kerinduanmu!
Berapa kali kau mengucapkan selamat tinggal kepada orang terkasih, dan kamu mengetahui bahwa kaulah yang akan dikuburkan selanjutnya!
Kami tidak mengantarmu sebagai jenazah hari ini; tetapi kami mengantarmu sebagaimana layaknya pernikahan para syuhada’!
Selamat bergabung dengan orang-orang yang hidup abadi, Anas! Selamat bergabung bersama orang-orang yang hidup abadi, sahabatku!
Anas asy-Syarif adalah salah seorang wartawan dan reporter Al Jazeera yang syahid dibom oleh penjajah Israel. (**)