Resolusi PBB Soal Gaza Ancam Hak-Hak Rakyat Palestina

0

JAKARTA, OKENESIA.COM- Yayasan Persahabatan dan Studi Peradaban (YPSP) menilai resolusi terbaru Dewan Keamanan PBB terkait Gaza tidak mencerminkan realitas kemanusiaan maupun politik yang tengah dialami rakyat Palestina.

Resolusi tersebut dianggap tidak menangani dampak genosida yang berlangsung dua tahun terakhir, meski perang sebelumnya dinyatakan berakhir sesuai rencana Presiden Trump.

Dalam pernyataan resmi diterbitkan YPSP, Selasa (18/11/2025) memaparkan sejumlah dimensi dan potensi bahaya yang terkandung dalam resolusi tersebut, yang dinilai dapat berdampak serius terhadap hak dan masa depan rakyat Palestina.

YPSP menyatakan resolusi itu mengabaikan besarnya pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap warga sipil, serta tidak menawarkan jaminan nyata untuk pemulihan hak-hak politik maupun kemanusiaan rakyat Palestina. Karena itu, resolusi dianggap tidak mampu menjawab bencana kemanusiaan berkepanjangan di Gaza.

Salah satu poin kritis adalah pembentukan mekanisme internasional yang akan bekerja di dalam Gaza. YPSP menilai hal itu dapat berubah menjadi bentuk perwalian asing yang memberikan kekuasaan kepada pihak eksternal, sehingga menjauhkan Gaza dari kehendak nasional rakyat Palestina.

Langkah ini dinilai sebagai kelanjutan upaya Israel mengendalikan masa depan wilayah tersebut.

Direktur YPSP,  DR. Ahed Abo Al Attas menyebut bahwa resolusi tersebut menunjukkan kecenderungan yang berbahaya: memisahkan Gaza dari lingkungan politik Palestina secara keseluruhan.

Hal ini dikhawatirkan menciptakan realitas baru yang bertentangan dengan hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan mendirikan negara merdeka.

Resolusi juga menyinggung mekanisme penanganan senjata di Gaza. YPSP menegaskan bahwa isu tersebut merupakan bagian dari hak rakyat Palestina untuk melakukan perlawanan terhadap pendudukan, sebagaimana diatur dalam hukum internasional. Penanganannya di luar kerangka nasional dianggap sebagai ancaman terhadap hak-hak tersebut.

YPSP menyoroti bahwa penugasan kekuatan internasional di dalam Gaza dapat menghilangkan sifat netralitasnya. Bila ini terjadi, pasukan internasional dikhawatirkan berubah menjadi pihak yang justru melayani kepentingan pendudukan. Peran internasional, jika diperlukan, seharusnya hanya terbatas pada pemantauan gencatan senjata di perbatasan dan bekerja di bawah koordinasi lembaga Palestina.

Resolusi tersebut dinilai menjadikan bantuan kemanusiaan tunduk pada mekanisme rumit dan persyaratan politik. YPSP menegaskan bahwa pembukaan perbatasan dan masuknya bantuan adalah hak dasar rakyat Palestina, terlebih dalam situasi krisis kemanusiaan luar biasa yang membutuhkan intervensi cepat PBB dan UNRWA.

Ahed menilai, resolusi itu hanya mengelola krisis tanpa menyentuh akar konflik atau menawarkan visi jelas untuk mengakhiri pendudukan Israel. Hak-hak nasional rakyat Palestina dianggap tidak memperoleh tempat dalam dokumen tersebut.

Hubungan antara penarikan Israel dari Gaza dengan pelucutan senjata kelompok perlawanan dinilai sebagai aspek paling berbahaya.

Menurut YPSP, ketentuan itu memungkinkan pendudukan memaksakan syaratnya melalui kekuatan internasional yang diberi mandat menjalankan proses tersebut, sehingga membuka peluang pendudukan terselubung dengan legitimasi dunia internasional.

Berdasarkan analisis tersebut, YPSP menegaskan beberapa posisi resmi, yakni, mnolak resolusi dalam bentuknya saat ini. Menolak berubahnya kekuatan internasional menjadi bentuk pendudukan baru.

Menyatakan bahwa apa yang gagal dicapai pendudukan melalui kekuatan tidak boleh dicapai melalui mekanisme politik internasional.

Menegaskan bahwa perlawanan rakyat Palestina adalah hak sah yang tidak dapat dicabut.

Mengapresiasi keteguhan dan ketahanan rakyat Palestina dalam menghadapi situasi ekstrem.

Pernyataan resmi ini dirilis YPSP sebagai bentuk solidaritas dan pembelaan atas hak-hak nasional serta kemanusiaan rakyat Palestina. (top/*)

Comments
Loading...
error: Content is protected !!