‘Kehadiran Investasi Migas Hanya Menjarah Desa Kami’

Curhatan Anak Desa Penghasil Migas

0

BANGGAI, OKENESIA.COM- Ungkapan naluri hati sang pemuda akan ketulusannya mencintai seorang gadis jelita, ditolak begitu saja. Syahdan, si pemuda menceritakan batinnya yang teriris ditolak cintanya dengan sebuah curahan hati atau curhat. Tapi, kali ini bukan soal cintanya yang ditolak.

Curhatan atas kesedihan, kekecewaan dan kemarahan mengharu biru di benak mereka. Fakta terhadap kondisi desanya yang menjadi salah satu desa penghasil sumber daya alam bernama migas, tidak diperhatikan infrastruktur jalan. Rinto, warga Sinorang, Kecamatan Batui Selatan, Kabupaten Banggai menyampaikan curahan hatinya di jejaring Facebook. Narasi judulnya ‘Curhatan Anak Desa Penghasil Migas’.

Rinto merupakan Koordinator Lapangan (Korlap) Gerakan Sinorang Sintuvu. Diberi nama Gerakan Sinorang Sintuvu ini menjadi wadah perjuangan warga Desa Sinorang yang menuntut perbaikan infrastruktur jalan di desa mereka. Bertahun-tahun desa mereka menjadi salah satu ladang penghasil migas, tapi sayang infrastruktur jalan desa itu tak kunjung dibenahi.

Curhatan Rinto ditulis di beranda laman Facebooknya, Selasa (5/9/2023).

Rinto mengawali curhatannya itu dengan mengomentari wacana pembentukan peraturan daerah (perda) sebagai payung hukum di daerah ini terkait dengan distribusi Dana Bagi Hasil (DBH), khususnya migas. Wacana Perda Distribusi DBH ini awalnya disampaikan wakil rakyat Parlemen Teluk Lalong.

Pernyataan soal pembentukan perda distribusi DBH nilai Rinto, pernyataan sedikit liar. Hingga dirinya menyimpulkan bahwa migas di Desa Sinorang, ibarat benalu yang dipelihara oleh daerah dan pusat. Bagaimana tidak, selama 23 tahun berproduksi, jalan utama desa mereka dipakai dan dirusak. Namun sayang, sampai sekarang di kedua belah pihak (pemerintah daerah dan pihak perusahaan) tidak ada inisiatif untuk memperbaiknya. Hanya berdalih, tidak ada regulasi atau undang-undang yang menjadikan kewajiban bagi daerah ataupun bagi perusahaan migas yang ada di desa mereka untuk memperbaikiya.

Lantas menurut Rinto, untuk apa kehadiran perusahaan migas di Desa Sinorang, bila keberadaan perusahaan yang diatur oleh regulasi, tapi dampak kerugian yang dialami desa tempat beroperasi tidak ada pertanggungjawaban sosialnya yang diatur oleh undang-undang.

“Hasil alam desaku dijarah, untuk kepentingan kota dan ibukota negara, desaku sebagai penghasil biarkan kurus, tandus dan gersang dari perhatian pemerintah dan perusahaan,” curhat Rinto.

Jika desa mereka jauh dari perhatian, mengapa migas harus ada di desanya. “Kenapa migas harus ada di desaku kalau toh kehadirannya hanya untuk menjarah. Hentikan kegiatan kalian, biarkan kami hidup damai jauh dari kebisingan suara deru mesin kalian, bawalah deru dan debu kendaraan kalian ke kota, bawalah kendaraan berat kalian jauh dari jalan desaku, agar jalan desaku tidak rusak, bawa saja program-program pencitraan kalian, kami tidak butuh rumah burung hantu, ekowisata, rumah pelangi dan kepiting cangkang lunak kalian,” tulisnya.

Di akhir curhatan Rinto, ia menyebut bahwa kehadiran perusahaan investasi migas adalah benalu yang menghancurkan mereka secara perlahan. (top)

Comments
Loading...
error: Content is protected !!