Dialog Publik Fraksi PKB DPRD Banggai Bahas Arah Kebijakan APBD

BANGGAI, OKENESIA.COM- Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kabupaten Banggai menggelar dialog publik bertajuk “Arah Kebijakan APBD Kabupaten Banggai” di Coffe Cabin, Luwuk, Minggu (21/9/2025).
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber, yakni anggota DPRD Banggai sekaligus Ketua DPC PKB Banggai, H. Syafrudin Husain, serta Rektor Universitas Tompotika (Untika) Luwuk, Taufik Bidullah.
Nampak hadir, Ketua Fraksi PKB, DPRD Banggai, Oktavianus Habi bersama Sekretaris Fraksi PKB, DPRD Banggai, Apriyani Matorang serta puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi.
Oping, sapaan akrab Oktavianus Habi, menegaskan bahwa dialog publik ini merupakan instruksi DPP PKB agar fraksi-fraksi di daerah membuka ruang aspirasi masyarakat.
“Tujuannya untuk menyerap masukan dari berbagai pihak terkait kebijakan daerah, khususnya APBD,” ujarnya.
Syafrudin Husain dalam pemaparannya menyebut, agenda seperti ini penting untuk terus digelar meski sederhana dan berbiaya murah.
Menurutnya, membahas APBD membutuhkan waktu panjang karena menyangkut hal teknis yang tidak diajarkan secara khusus di bangku kuliah.
“APBD harus dipahami masyarakat agar bisa diawasi bersama. Dibutuhkan moralitas sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan, supaya APBD benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat,” tegas legislator yang akrab disapa Haji Udin itu.
Sementara itu, Rektor Untika Luwuk, Taufik Bidullah, memaparkan peran APBD sebagai instrumen fiskal pemerintah dalam menjaga keseimbangan ekonomi. Ia mengingatkan pentingnya melihat struktur APBD secara utuh, baik dari sisi pendapatan maupun belanja.
“APBD bukan hanya soal belanja. Pendapatan daerah harus diperhatikan agar kemandirian fiskal tercapai. Idealnya, proporsi belanja pembangunan lebih besar dibanding belanja rutin, misalnya 60 persen untuk pembangunan dan 40 persen untuk belanja rutin,” jelas Taufik.
Ia juga menekankan agar pengelolaan APBD tidak didasarkan pada kepentingan politik semata. Menurutnya, kelemahan dalam penganggaran sering kali terjadi karena diagnosa masalah yang keliru. “Jika diagnosa salah, maka kebijakan dan program yang dilahirkan pun tidak tepat sasaran,” tandasnya.
Terakhir, soal arah dan kebijakan APBD. Bahwa APBD ini harus mampu menilik kebutuhan mendasar di masyarakat. “Kita bercita-cita, daerah ini maju. Sebagai akademisi, APBD ini terdistribusi ke hal-hal mendasar mewujudkan kebutuhan masyarakat,” ungkapnya.
Puluhan mahasiswa dan aktivis hadir dalam agenda itu. Dialog berlangsung cukup menarik.
Dialog publik ini diharapkan menjadi forum strategis bagi masyarakat, akademisi, dan legislator untuk mendorong tata kelola APBD yang lebih transparan, akuntabel, dan berpihak pada kesejahteraan rakyat. (top)