Yahya Sinwar, Qudwah Qiyadah

0

Mengenang Asy-Syahid Yahya Sinwar

OLEH: IK HASAN

YAHYA SINWAR, seorang qiyadah yang menggabungkan antara kekuatan fikriyyah, kekuatan aqidah, kekuatan qalbiyyah, dan kekuatan jasadiyyah. Dipenjara karena berjihad sejak masa muda, di penjara jadi qiyadah dan belajar bahasa Ibrani, setelah keluar dari penjara tetap berjihad, menjadi qiyadah, dan tetap berada di garis terdepan, tidak bersembunyi, tapi menghadapi musuh di garis terdepan.

Syahidnya justru menjadi izzah para pejuang dan umat Islam. Karena mendapatkan puncak syahid. Memakai baju militer, membawa senjata, berjuang sampai titik darah terakhir, menunjukkan keteguhan yang luar biasa, tangannya sudah luka, lalu diikat agar tidak mengeluarkan darah, kakinya sudah tidak mampu bergerak, ia tetap melawan musuh sambil duduk. Tetap teguh dan tidak mundur.

Akhirnya, artileri berat yang harus menghabisinya. Sama seperti para pendahulunya, yang harus dirudal berteknologi tinggi seperti syaikh Ahmad Yasin, atau ditembak pakai Apache seperti syaikh Rantisi. Atau harus menggunakan strategi intelejen tinggi seperti Syaikh Ismail Haniyyah.

Mungkin ada yang mengatakan kenapa seorang qiyadah masih harus berjibaku di garis terdepan? Kok tidak duduk manis di persembunyian sambil memberikan arahan? Sambil ditemani oleh ratusan pengawal dalam tembok yang tahan bom?

Seorang ulama dakwah pernah mengatakan bahwa:

ان اكبر عناصر القدوة التواجد

Sesungguhnya elemen paling penting dari qudwah itu adalah keberadaan seorang qiyadah berada di garis terdepan bersama jundinya.

Yahya Sinwar bukan hanya merasa memiliki amanah sebagai qiyadah. Namun ia juga ingin memberikan qudwah itu. Sebagaimana Rasulullah sebagai panutannya.

Dan akhirnya, indah sekali qudwah itu. Jadi panutan para pejuang sampai di akhir hayatnya. Semasa hidup ia menggerakkan barisan para pejuang, dan saat syahidnya justru menghinakan opini sesat yang dikembangkan oleh musuh. Bahwa pimpinan Hamas bersembunyi di terowongan, bersembunyi bersama rakyat sipil, menjadikan tawanan sebagai perisai hidup.

Tidak, bukan seperti itu lantunan jihad yang digubah oleh para pejuang. Ia justru berada di garis terdepan, siaga dengan senjata dan baju militernya, sambil membawa mushaf dan lembaran zikir sebagai sumber kekuatan ruhiahnya. Dan syahidnya justru bukan simbol kelemahan. Tapi kejayaan, keteguhan, perjuangan sampai titik darah terakhir. Ia hidup dengan mulia, walaupun dalam kondisi yang sangat terbatas. Dan syahid sebagai pahlawan Palestina, yang diakui oleh kawan maupun lawan.

Ia menjadi qudwah saat hidup. Qudwah saat mengalami masa masa sulit perjuangan, dan menjadi qudwah saat syahid. Sesungguhnya seorang qiyadah yang syahid akan melahirkan ribuan jundi yang syuhada. Sementara seorang qiyadah yang pengecut, akan melahirkan ribuan jundi yang pecundang. (*)

Comments
Loading...
error: Content is protected !!