BANGGAI, OKENESIA.COM- Bercerita tentang sastra, sejumlah pemuda dan mahasiswa pegiat sastra ulas serta tampilkan karya puisi di Kedai Jajanan Skuy, Kelurahan Karaton. Minggu, 27 Oktober 2024, malam.
Diinisiatif Komunitas sastra pinggiran, kegiatan yang bertajuk “Kopi dan puisi untuk Ibu” ini, menampilkan beberapa penyair dan penulis membawakan hasil karya puisi tentang ibu.
“Saat ujaran benci dan fitnah ditujukan padamu, kau menutup telinga dan mendengarnya dengan hati. Saat intimidasi beraksi dan menyerangmu, kau peluk luka itu menyiramnya dengan cinta dan kasih.” Tutur Reza saat membawakan hasil karyanya.
Dalam diskusi sastra ini, para pemantik meyakini sastra khususnya puisi merupakan mimesis atau peniruan kenyataan seperti yang sesungguhnya.
“Penting bagi sastra untuk punya komitmen sosial, sebagai kritik kehidupan sehari hari” ulas kedua pemantik, Reza Fauzi dan Supriadi Lawani.
Bagi Budi sapaan akrabnya, dalam penggalan puisinya, Ibu selalu menjadi alasan untuk pulang.
“Ibu adalah alasan untuk kembali kerumah, dan rumah besar itu adalah kabupaten Banggai” Ucap Budi dalam puisinya.
Seluruh karya yang disampaikan mengandung makna cukup mendalam, menyajikan nilai kemanusiaan sosok seorang ibu.
Berikut salah satu puisi fenomenal karya Reza Fauzi yang menyita perhatian para peserta, berjudul “Mata Ibu”.
Di mata ibu yang teduh, cinta telah tumbuh dan abadi.
Saat ibu datang, peluk hangat ibu yang kami nanti.
Saat ibu pergi, rindu akan memanggil Ibu kembali.
Kami sadar, bahwa cinta selalu diekor oleh sakit hati.
Mereka yang mati nurani, adalah mereka yang mencaci maki.
Saat ujaran benci dan fitnah ditujukan padamu, kau menutup telinga dan mendengarnya dengan hati.
Saat intimidasi beraksi dan menyerangmu, kau peluk luka itu menyiramnya dengan cinta dan kasih.
Ibu, Ibu, Ibu.
Padamu, kami titipkan lirih suara ini.
Padamu, doa – doa kami langitkan.
Padamu, harapan, cinta dan kasih kami percaya bisa bangun Banggai.
Ibu, kami memanggilmu Ma’ Anti, Ibu Rakyat Banggai. (top/*)