Male, Okenesia.com – Republik Maladewa resmi menjadi tuan rumah program pelatihan internasional bertajuk “Membangun Kapasitas Imam dan Dai” yang diluncurkan pada Senin (5/5) di ibu kota Malé. Program ini merupakan bagian dari inisiatif strategis Wasata yang diinisiasi oleh Koalisi Militer Islam untuk Penanggulangan Terorisme (IMCTC).
Program ini menghimpun para imam, dai, dan tokoh agama terpilih dari seluruh penjuru Maladewa guna memperkuat peran mereka dalam menangkal paham ekstremisme dan terorisme melalui pendekatan moderat dan pemahaman Islam yang seimbang.
Hadir dalam acara peluncuran antara lain Menteri Urusan Islam Maladewa H.E. Mohammed Shaheem Ali Saeed, Menteri Olahraga H.E. Mr. Abdulla Rafiu, serta Sekretaris Jenderal IMCTC H.E. Mayjen Mohammed bin Saeed Al-Moghedi.
Dalam sambutannya, Menteri Urusan Islam menegaskan pentingnya kolaborasi antara IMCTC dan Pusat Kontra Terorisme Nasional Republik Maladewa (NCTC) dalam upaya memerangi terorisme. Ia menyebut terorisme sebagai “penyakit ideologis” yang hanya bisa dihadapi melalui peningkatan kesadaran dan promosi nilai-nilai moderasi dalam Islam.
“Di bawah kepemimpinan Yang Mulia Presiden Dr. Mohamed Muizzu, Republik Maladewa terus berkomitmen melawan terorisme dan ekstremisme,” ujar Shaheem, seraya mengapresiasi kontribusi IMCTC dalam melindungi masyarakat dari ancaman radikalisme.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal IMCTC Mayjen Al-Moghedi menekankan bahwa koalisi ini dibentuk untuk menyatukan dan mengoordinasikan upaya internasional dalam memerangi terorisme dari berbagai aspek, termasuk intelektual, media, finansial, dan militer.
Ia menambahkan bahwa peningkatan kerja sama lintas negara, pengembangan mekanisme pemantauan kelompok teroris, pertukaran informasi, serta pelatihan profesional merupakan langkah strategis menuju dunia yang lebih aman dan stabil.
“Inisiatif ini merupakan bagian dari strategi besar IMCTC, yang mencakup 15 inisiatif utama di empat domain: ideologi, media, kontra pendanaan terorisme, dan militer,” jelas Al-Moghedi. IMCTC menargetkan pelaksanaan 90 program pelatihan dan 20 inisiatif kesadaran di seluruh negara anggota.
Selama lima hari, peserta akan mengikuti kuliah dan lokakarya mengenai metode propaganda kelompok ekstremis, keterampilan berbicara di depan umum, komunikasi efektif, serta penguatan konsep moderasi dan keseimbangan dalam dakwah. Forum ini juga menjadi ajang berbagi pengalaman terbaik dalam berkhotbah dan menyampaikan pesan keagamaan yang damai.
Program ini diharapkan menjadi tonggak penting dalam memperkuat peran tokoh agama sebagai garda depan dalam melawan narasi kekerasan dan radikalisme di kawasan. (Okenesia/Ans)