Otoritas Palestina Adalah Sisi Lain Penjajah Israel

0

JAKARTA, OKENESIA.COM- Otoritas Palestina di bawah kepemimpinan Mahmud Abbas tak bisa diharapkan membela hak-hak warga atas perjuangan mempertahankan tanah mereka sendiri dari pencaplokan penjajah Israel. Justru, Otoritas Palestina merupakan sisi lain penjajah dari Israel.

Demikian poin pernyataan Ahmad Qannita, warga Gaza, Palestina saat live di akun Instagram Matapalestina48, Jumat (8/12/2023) sore.

Live Instagram ini dipandu Muhamad Annas sekaligus penerjemah dialog. Dialog ini bertajuk Gaza Person Live (GPL).

Okenesia.com yang mengikuti live itu sempat melontarkan pertanyaan terkait sikap Presiden Palestina, Mahmud Abbas dalam hal mengupayakan gencatan senjata, agar korban rakyat sipil tak terus-menerus bertambah buntut agresi militer Israel.

Sebelum menerjemahkan jawaban pertanyaan itu, pemandu dialog, Muhamad Anas sempat merekomendasikan untuk menjadikan Okenesia.com sebagai referensi bacaan mengenai kondisi terkini di Jalur Gaza. Okenesia.com sebut Anas, mendapatkan informasi langsung dari Gaza yang kemudian menyajikan berita-berita update.

Terkait dengan sikap Presiden Mahmud Abas dijelaskan Ahmad bahwa semua rakyat Palestina mengetahui apa yang disebut Otoritas Palestina. Otoritas Palestina merupakan sisi lain dari penjajah Israel.

Otoritas Palestina dibentuk pascaperjanjian Oslo pada tahun 1993. Sejatinya, Perjanjian Oslo kata dia, dibentuk untuk melindungi penjajah Israel.

Salah satu pasal menyebutkan bahwa fungsi Otoritas Palestina adalah memerangi gerakan kekerasan perlawanan Palestina. Artinya, siapa saja faksi yang memberikan perlawanan terbuka terhadap Israel, maka jelas menjadi lawan Otoritas Palestina. “Jelas sikap Mahmoud Abbas, lemah dan telat,” sodok Ahmad.

Sikap yang ditunjukkan Presiden Mahmoud Abbas terhadap kondisi yang dialami warga Jalur Gaza saat ini, hanyalah gimmick seolah mereka punya perhatian terhadap Gaza.

Di Jalur Gaza, dengan peralatan seadanya dengan tangan sendiri, warga menunjukkan perlawanan. Sikap ini tentu berbeda dengan sikap Mahmoud Abbas yang tak menghendaki perang melawan Israel.

Ia juga menguraikan kondisi di West Bank atau Tepi Barat. Setiap hari, militer Israel melakukan penyerangan, menangkapi warga serta menyerang rumah penduduk. Sementara Otoritas Palestina yang memiliki aparat keamanan sebanyak 70 ribu di Tepi Barat, tidak bisa berbuat apa-apa.

“Ketika operasi militer penjajah Israel, mereka (aparat keamanan Otoritas Palestina) hanya masuk ke dalam. Otoritas Palestina menghalangi perlawanan,” ungkap Ahmad.

Gencatan senjata ungkap Ahmad, meskipun memungkinkan, tapi sulit terwujud. Gencatan senjata dapat terjadi atas permintaan Israel dengan berbagai tekanan. Beberapa tekanan terhadap Israel, seperti, adanya perlawanan dari Gaza menyulut kerugian yang tak sedikit.

Klaim tentara Israel yang terbunuh ratusan dan faktanya mencapai 3.000 lebih juga menjadi tekanan terhadap Israel. Tekanan internal juga dialami Israel. Tekanan dari kerabat atau keluarga batih yang disandera mujahidin Palestina. Nah, warga Israel yang keluarganya menjadi tawanan melakukan tekanan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk gencatan senjata, agar tawanan dibebaskan.

Demikian halnya dengan serangan Israel ke Gaza, menyebabkan korban berjatuhan yang tak hanya warga Palestina, tapi juga warga Israel. “Diplomasi di bawah bara api. Serangan membabi buta, membombardir untuk menekan perlawanan Gaza, tidak akan terjadi (tidak memudarkan semangat pejuang Palestina). Karena, pejuang Palestina tegas dengan sikap atas hak-hak mereka. Seperti membebaskan Masjidil Aqsha dan penjajah angkat kaki dari tanah Palestina,”urai Ahmad Annizam. (top)

Comments
Loading...
error: Content is protected !!