Trauma, Tentara Israel Tolak Panggilan Berperang

0

JAKARTA, OKENESIA.COM- Agresi militer Israel di wilayah Palestina yang berlangsung masif selama setahun terakhir ini ternyata menyisakan masalah serius bagi mayoritas anggota Israel Defence Forces (IDF) atau tentara Israel.

Fakta itu baru-baru ini diungkap oleh media Israel Ha-Makom, setelah dilakukan sedikitnya 20 wawancara dengan tentara Israel dan orangtua mereka pada pertengahan Oktober 2024.

Menurut media tersebut, mayoritas prajurit IDF mengalami trauma akut setelah melakukan agresi di Gaza. Bahkan banyak dari mereka yang menolak panggilan kembali untuk melakukan operasi darat di Jalur Gaza.

Para prajurit IDF itu bahkan terdiri berbagai satuan angkatan, seperti Brigade Nahal Israel, Brigade Penerjun Payung 35, Brigade Givati, dan para pejuang dari Brigade Komando lainnya. Mereka dilaporkan mengalami trauma, kurangnya motivasi dan kelelahan mental akibat buruknya manajemen perang darat di Gaza.

Sebagai contoh, salah satu anggota Brigade Nahal, yang mengalami kelelahan serius di Gaza saat mereka memasuki pertempuran pada putaran ke-11. Media Israel tersebut melaporkan bahwa pada mulanya para prajurit mengawali perang dengan motivasi yang tinggi. Namun kini kondisinya menjadi sangat buruk sehingga para prajurit memutuskan untuk menolak saat dipanggil kembali untuk berperang. Dalam sebuah kasus misalkan dari satu peleton yang terdiri dari 30 pasukan, hanya 6 orang saja yang kembali.

Dalam artikel tersebut dituliskan pula kutipan mengenai keadaan Brigade Nahal: “Baraknya kosong, semua orang yang tidak tewas atau terluka mengalami cacat mental. Hanya sedikit sekali yang kembali bertarung dan mereka juga tidak sepenuhnya sehat.”

Ibu dari salah satu satuan angkatan bernama Inbal mengungkapkan bahwa “Mereka kembali ke gedung yang sama yang telah mereka bersihkan dari pejuang. Mereka sudah tiga kali ke lingkungan Zeitoun. Mereka mengerti bahwa itu sia-sia dan tidak ada gunanya. Karena mereka adalah tim kecil (unit putranya), mereka tidak bisa menjalankan misi. Mereka hanya diam di sana dan menunggu waktu berlalu.”

Pengungkapan ini terjadi saat pasukan Israel kembali menyerbu wilayah di bagian utara Gaza, Palestina dengan kesimpulan bahwa misi seperti itu adalah misi yang paling merugikan kesehatan mental mereka.

“Kembalinya ke tempat mereka sebelumnya, seperti Jabaliya, Zaytoun dan Shuja’iyya, dimulai, itu menghancurkan para prajurit. Ini adalah tempat yang sama di mana mereka kehilangan teman-temannya. Area tersebut sudah dibersihkan (dari pejuang). Itu harus dijaga. Ini sangat membuat mereka frustasi,” ujar sumber seperti yang ditulis artikel tersebut.

Fenomena banyaknya prajurit IDF yang memberontak dan menolak panggilan untuk kembali bertugas ini ditutup-tutupi. Dan untuk meredam isu ini agar tidak membesar, sebagian besar dari prajurit IDF yang menolak panggilan kembali tidak dipenjara.

Dari sumber lain dengan media yang sama, diungkapkan pernyataan dari seorang ayah yang anaknya bertugas sebagai penembak jitu brigade infanteri Israel. Anaknya bercerita kepada ayahnya tersebut bahwa pada awalnya putranya sangat bertekad. “Dia berkata: ‘Tugas kami adalah mengembalikan orang-orang yang disandera, tugas kami adalah membalas dendam,’ dan dia pergi ke sana dengan gembira. Namun lama-kelamaan motivasi tersebut memudar. Hari ini motivasinya nol.”

Kebanyakan laporan mengenai keadaan pasukan IDF seperti ini sebenarnya telah muncul di berbagai media berbahasa Ibrani selama perang. Namun, artikel Ha-Makom ini menyoroti tren yang sangat mengkhawatirkan bagi militer Israel dengan kurangnya motivasi, terlebih mengingat Israel kini mulai melancarkan perang ganda semisal di Gaza, Tepi Barat, dan Lebanon Selatan.

Kondisi seperti ini tentunya bakal menimbulkan masalah baru yang serius dan berdampak berat, terutama jika pasukan IDF berencana masuk lebih jauh ke wilayah Lebanon, di mana mereka akan menghadapi jumlah korban jiwa yang jauh lebih besar ketimbang di wilayah Gaza.

Menurut data yang dilaporkan, jumlah pasukan IDF yang terluka sejak dimulainya perang di Gaza dan Lebanon dari Oktober 2023 telah mencapai 5.018 tentara. Besar kemungkinan mereka yang terluka akan menghadapi masalah kesehatan mental. Beberapa tentara muda Israel, seperti yang dilaporkan petugas medis IOF kepada CNN, Senin (21/10/2024), mengalami trauma mental dan sering menangis atau menunjukkan tanda-tanda mati rasa secara emosional. (zul/*)

Comments
Loading...
error: Content is protected !!