Penambangan Nikel di Raja Ampat, Pengelolaan SDA Harus Sesuai Syariat

0

Oleh: Safni Yunia

(Aktivis Muslimah)

 

Kementerian Lingkungan Hidup menemukan banyaknya pelanggaran serius di Raja Ampat terkait aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat. Di wilayah yang terkenal akan keindahan pariwisatanya itu, terdapat empat perusahaan tambang nikel yang menjadi objek pengawasan KLH. Keempat perusahaan itu yakni PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa.

Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, Herdiansyah Hamzah mengatakan, Kepulauan Raja Ampat masuk dalam kualifikasi pulau-pulau kecil yang dilindungi lewat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada Pasal 35 huruf k mengamanatkan pelarangan penambangan mineral di pulau-pulau kecil yang menimbulkan kerusakan ekologis, mencemari lingkungan, atau merugikan masyarakat sekitar.

Akan tetapi, ketika kita lihat sudah nyata di depan mata kita bahwa pemerintah telah memberi hak kepada asing untuk mengelola tambang nikel di Raja Ampat. Buktinya bisa kita lihat apa yang terjadi saat ini di Raja Ampat.

Adapun usaha yang dilakukan pemerintah oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya menyatakan menghentikan sementara kegiatan operasi PT Gag Nikel di Pulau Gag. Juga Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengatakan telah melakukan pengawasan terhadap kegiatan pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, pada 26–31 Mei 2025. Tetapi, hasil pengawasan KLH menunjukkan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil.

Pertanyaannya kenapa tidak dari dulu dilakukan pencegahan dan pengawasan, sebelum terjadi kerusakan yang nyata di depan mata, seharusnya lebih dulu menerapkan aturan yang jelas. hal ini menunjukkan lemahnya aturan yang diterapkan.

Kapitalisme Mengatur SDA

Permasalahan penambangan di Raja Ampat Ampat merupakan permasalahan yang harus dihentikan selamanya, bukan hanya dihentikan sementara, inilah ide dari mereka atas dasar penghentian sementara dengan tujuan untuk meredam emosi masyarakat. Padahal hal tersebut harus dihentikan selamanya dan pelaku kerusakan bertanggung jawab untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi dengan mengembalikan keasrian alam. Hal ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

Pertama, UU terkait SDA di negeri ini berdasarkan kapitalisme sekularisme berasaskan hawa nafsu, apabila itu menguntungkan perusahaan asing maka seperti yang kita lihat hari ini keserakahan manusia dalam mengeksploitasi SDA walaupun itu merusak lingkungan, merugikan masyarakat sekitar dan menimbulkan kerusakan ekologis. Akan tetapi tetap saja dilakukan karena atas dasar keuntungan tadi.

Kedua, akar masalah yang harus dicabut hari ini karena diterapkannya sistem kapitalisme sekularisme yang dibuat atas dasar kepentingan dan keuntungan semata, dengan mengabaikan aturan syara’, hal ini menunjukkan penguasa lebih berkuasa, yang seharusnya kedaulatan berada ditangan syara’. Padahal aturan Islam bukan hanya mengatur tentang sholat, puasa, zakat dan haji, akan tetapi juga mengatur terkait pengelolaan sumber daya alam.

Islam Mengatur SDA

Dalam Islam, ada tiga kepemilikan pertama kepemilikan umum, kepemilikan negara dan kepemilikan individu, terkait sumber daya alam khususnya tambang nikel termasuk dalam kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara untuk rakyatnya, bukan kepemilikan individu atau asing yang kelola.

Penjelasan Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah di dalam kitab Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, bahwa laut, sungai, danau, teluk, pulau, selat, kanal, lapangan umum, dan masjid-masjid adalah milik umum bagi setiap anggota masyarakat. Harta kepemilikan umum ini menurut asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk memilikinya. Rasulullah saw. bersabda, _“Mina milik orang-orang yang lebih dahulu sampai.”_
*(HR Abu Daud).*

Islam juga menetapkan wajibnya menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan manusia dimana hutan itu berfungsi sebagai produsen O2, agrerator tanah serta pencegahan erosi, dan juga ekosistem laut berfungsi sebagai habitat bagi jutaan spesies laut, pengatur iklim global, sumber makanan bagi manusia, juga berperan dalam siklus hidrologi. Agar ekosistem ini tidak hilang maka harus ada mekanisme untuk melindungi alam, baik hutan maupun laut.

Dalam Islam punya mekanisme untuk melindungi alam yang disebut sebagai “hima” praktek hima dilakukan dalam kepemilikan umum yang dilindungi oleh negara, Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dari Sha’b bin Jutsamah yang berkata: _”Tidak ada hima (proteksi) kecuali (hal itu) merupakan hak Allah dan Rasul-Nya.”_
(HR. al-Bukhari)

Maksud dari hadis diatas bahwa tidak ada penguasaan(hima) kecuali negara khilafah untuk keperluan jihad, fakir miskin dan kemaslahatan umat secara kaffah.

Secara perbuatan Rasulullah sebagai kepala negara Islam di Madinah pernah melakukan “hima” dan para khalifah selanjutnya juga mempraktikkan hal yang sama.
Dari Nafi’, dari Ibnu Umar Radhiyallaahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia berkata:
“Rasulullah pernah meng-hima daerah Naqi’ suatu tempat berair yang terletak 20 farsakh dari Kota Madinah) untuk unta-unta kaum Muslim”.

Maka dalam Islam aturannya sangat jelas dalam mengatur kelestarian lingkungan, maka ketika ada khilafah Raja Ampat akan dijaga kelestariannya, juga bisa jadi akan di-hima untuk keseimbangan ekosistem dan negara tidak akan membiarkan para kapitalis untuk mengambil wilayah tersebut untuk dieksploitasi, sebab sumber daya alam adalah milik umat dan haram dikuasai oleh perusahaan swasta
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut:
_“Kaum muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.”_
*(HR Abu Daud).*

Hal ini perlu kita pahami, dengan melihat fakta yang terjadi hari ini akibat aturan demokrasi kapitalisme sekularisme yang rusak dan merusak ini, saatnya kita beralih dengan mengubah UU berdasarkan syariat Islam dalam negara khilafah yang mengatur kehidupan dengan Islam bahwa kedaulatan itu berada di tangan syara’ bukan kedaulatan di tangan rakyat. Aturan Islam hanya bisa diterapkan dalam negara khilafah. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

_“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.”_
*(HR Bukhari).*

Khalifah atau pemimpin rakyat akan bertanggung jawab terhadap kepengurusan rakyatnya, dengan terikat oleh syariat Islam, sebab dengan memahami bahwa segala perbuatan kepengurusan akan dimintai pertanggungjawaban diakhirat nanti. Sudah seharusnya kita menyadari bahwa hari ini aturan kapitalisme sekularisme yang rusak dan merusak harus diganti dengan aturan yang benar dan mensejahterakan, sebagaimana negara khilafah dengan aturan Islam pernah tegak sekitar 14 abad lalu.

Wallahualam Bissawab

Comments
Loading...
error: Content is protected !!