7 Serangan Ancaman Kebebasan Pers Sulteng

0

BANGGAI, OKENESIA.COM- Kerja-kerja pewarta atau jurnalis di berbagai daerah di Sulteng, seperti bekerja di ‘tepi jurang’. Isu kebebasan pers belum benar-benar terbebas dari berbagai ancaman.

Para pewarta atau jurnalis masih menemukan tindakan hingga ancaman. Meskipun belum ada kasus penghilangan nyawa wartawan. Ancaman masih dirasakan para pewarta di Provinsi Sulawesi Tengah.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu merilis tujuh insiden serangan kebebasan pers di Sulteng. Rangkuman itu merupakan refleksi akhir tahun. Kasus serangan kebebasan pers itu tercatat mulai Januari hingga Desember 2023. Rangkuman itu dirilis AJI Kota Palu, Selasa (2/1/2024.

Berikut rangkuman kasus yang dirilis AJI Kota Palu.

Pertama, ancaman terhadap wartawati di Palu.

Insiden ini terjadi  tanggal 6 Januari 2023. wartawat HarianSulteng, Jumuiani, diancam akan dipolisikan oleh Paur Humas Polres Palu. Ancaman ini muncul setelah pemberitaan mengenai penggerebekan homestay yang duga millk oknum polisi, Kasus ini akhirnya erakhir dengan permohonan maaf

Ke dua, pengusiran wartawan dari Kantor Polres Banggai. Insiden ini terjadi pada 4 Mei 2023.

Yang melibatkan wartawan. Termasuk Amlin Usman dari Channelsulawesild. Amlin mendatangi Kantor Polres Banggal untuk klarifikasi terkait kasus dugaan penipuan yang sedang ditangani. Namun, wartawan mengalami pengusiran pleh Kasat Reskrim dengan alasan tertentu.

Ke tiga, pengancaman terhadap wartawan di Donggala. Insiden ini terjadi 1Juni 2023.

Wartawan di Donggala, Jabir alias Anto mendapat pengancaman dari sejumlah massa aksi demo yang pro terhadap Bupati Donggala, Kasman Lassa. Meskipun kasus ini dilaporkan ke polisi, belum ada tindak lanjut yang jelas.

Ke empat, pembegalan payudara terhadap wartawan Kompas TV. Insiden ini terjadi 14 Juni 2023.

Korbannya adalah Nana Rahman, wartawati Kompas TV. Ia  menjadi korban pembegaian payudara tanpa motif yang jelas. Meskipun telah dilaporkan secara resmi, polisi belum berhasil mengungkap pelaku dan motif di balik insiden tersebut.

Ke lima, pengusiran wartawan dari kegiatan Pemkab Donggala. Insiden ini terjadi tanggal 12 Juli 2023.

Wartawan dari llkein id, Sadam, diusir oleh Humas Pemkab Donggala saat meliput kegiatan Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak.

Pengusiran ini dilakukan oleh staf Humas Pemkab Danggais, dan bukan terhadap wartawan yang tergabung dalam press room.

Ke enam, pengejaran terhadap jurnalis di Banggai. Insiden ini terjadi pada tanggal 20 Oktober 2023.

Jumalis di Kabupaten Banggai, Helmillana atau Emi, dikejar oleh orang tak dikenal saat sedang melakukan investigasi dugaan reldamasi pantal di Desa Bubung, Kecamatan Luwuk Selatan.

Emi mengalami ancaman selama pengejaran tersebut. Atas insiden yang menimpa, Emi akhirnya memutuskan untuk melaporkan masalah ini ke SKPT Polres Banggai. Kasus ini saat ini sedang dalam proses penyelidikan oleh pihak berwajib.

Ke tujuh, pengusiran wartawan dalam liputan penyerahan hak asuh. Insiden ini terjadi pada tanggal 15 November 2023.

Sejumlah wartawan yang diundang dalam liputan penyerahan hak asuh sejumlah anak tartantar, diusir oleh Staf Dinsos Sulteng dari ruangan kegiatan. Pengusiran ini dijelaskan sebagai upaya untuk menghargai privasi anak-anak yang diadopsi.

Ketua AJI Palu, Yardin Hasan dalam keterangan resminya menguraikan bahwa rentetan kekerasan terhadap jurnalis adalah bukti bahwa perjuangan mewujudkan pers yang merdeka dan bebas dari ancaman masih membutuhkan perjuangan panjang.

Padahal, jurnalis sebagai mata dan telinga publik harus dapat bekerja dengan aman dan bebas dari ancaman.

Terkait soal ini, ia meminta agar jurnalis yang mengalami kekerasan karena menjalankan tugasnya tidak mudah dilobi untuk damai.

Ia menilai, kekerasan terhadap jurnalis bukan semata kekerasan yang dialami oleh individu yang bersangkutan. Melainkan serangan terhadap kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.

Ia juga menyoroti, fenomena mudahnya jurnalis menerima tawaran damai dari pelaku kekerasan, semakin menyulitkan aksi-aksi advokasi.

Pasalnya, tawaran damai tidak bisa mengurai penyebab kekerasan yang terjadi dan membuat kasus makin massif, karena tidak ada efek jera yang didapat para pelaku kekerasan. ‘’Adil dulu baru damai,’’ begitu kata Yardin. (top/**)

Comments
Loading...
error: Content is protected !!