Air Sungai Pongian Tak Lagi Layak Konsumsi Gegara Aktivitas PT KFM
BANGGAI, OKENESIA.COM- Warga Desa Pongian, Kecamatan Bunta mengeluhkan air sungai di desa mereka lak lagi layak konsumsi. Air sungai menjadi terdampak buntut aktivitas PT Koninis Fajar Mineral (KFM) mengeksplorasi nikel, kekayaan alam di desa itu. Hal itu terungkap pada agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II, DPRD Banggai menghadirkan sejumlah instansi teknis, perwakilan manajemen PT KFM, Pemdes Pongian dan Tuntung, Pemerintah Kecamatan Bunta serta warga.
Agenda itu dipandu Ketua Komisi II, Sukri Djalumang, dihadiri wakil rakyat komisi membidani pembangunan dan lingkungan hidup, seperti Sientje Najoan, Hanira Lasantu, Suharto Yinata, Kartini Akbar serta Hasman L. Balubi.
Warga mengaku, air sungai menjadi berubah warna, agak kemerahan. “Yang jadi persoalan, Sungai Pongian, tambah hari tambah parah. Jumat kemarin, airnya sudah merah. Apakah masih layak dikonsumsi atau tidak?,” tanya salah seorang warga yang hadir di agenda tersebut.
Aktivitas PT KFM yang menebang hutan mengakibatkan banjir bandang. Warga di lima desa sebagai wilayah lingkar tambang, seperti Pongian, Koninis, Nanga Nangaon dan Tuntung, harus menerima dampak.
Warga setempat mengaku, mereka lebih banyak dirugikan ketimbang mendapatkan keuntungan. Untuk membuktikan bahwa air Sungai Pongian berubah warna buntuk aktivitas PT KFM, warga meminta agar DPRD Banggai, khususnya Komisi II serta instansi teknis untuk turun lapangan. Agenda turun lapangan itu harus dilakukan ketika musim penghujan, bukan di musim panas.
Padahal, dalam memorandum of understanding (MoU) bahwa PT KFM berkewajiban mengembalikan kejernihan air sungai. Pada faktanya, air sungai bukannya jernih, tapi malah kian parah.
Hal berikutnya yang menjadi sorotan warga Desa Pongian adalah tindak lanjut gantu rugi terhadap kerugian materil warga setelah banjir bandang melanda perkebunan warga. Tanaman warga, hewan peliharaan hingga harta benda warga terseret banjir bandang.
Warga itu juga mengakui bahwa berdasarkan pengalaman. Jauh hari sebelum PT KFM beraksi di desa mereka, ketika musim penghujan hingga berhari-hari, desa mereka tak pernah ada banjir bandang.
Praktis, banjir bandang itu tiba menghantam desa mereka setelah PT KFM beraktivitas. Kegiatan tambang nikel yang menebangi pepohonan menjadi pemicu banjir bandang.
Mirisnya, janji ganti rugi lahan hanyalah isapan jempol belaka. “Tindak lanjut ganti rugi, hanya ada pendataan, tapi tidak ada realisasi. Banyak alasan (PT KFM). Pendataan itu rupanya hanya mencari tahu bagaimana tingkat kerusakan. Kami dibikin bingung, memang ada beking. Kami sudah putus harapan. Kami minta pendampingan dari Jatam Sulteng. Jatam memberi kami untuk tetap semangat,” keluh warga.
Hingga saat ini, masyarakat tidak mengetahui dokumen analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal). Jika pun dampak tambang seperti saat ini, warga sudah memastikan akan menolak kehadiran investasi.
“Tanaman yang ditanam itu bukan rumput. Pohon kelapa tumbang. Analisa kami, sebelum perusahaan masuk, sehari hujan, tidak ada banjir bandang. Sebelum dirusak hutan, sebelum perusahaan masuk, kami hidup. Saya mandi di sungai, saya rasakan gatal-gatal. Apakah itu masih layak? Jangan cuma mencari keuntungan, justru masyarakat dirugikan,” keluhnya lagi.
Olehnya itu, warga setempat menaruh harap, agar dua masalah serius itu disikapi secara bijak. Yakni, penjernihan kembali air sungai serta ganti rugi tanaman milik warga yang tersapu oleh banjir bandang.
Ketua Komisi II, Sukri Djalumang meminta manajemen PT KFM untuk menyikapi secara serius keluhan tersebut.
Politisi Partai Nasdem ini mengingatkan, penyelesaian masalah tak boleh berlarut-larut. “Jangan sampai masalah sudah membesar, baru disikapi,” tekan Sukri.
Humas PT KFM, Triwidi Kuncoro menguraikan bahwa manajemen telah melaksanakan sesuai dengan kesepakatan atau MoU. Paling tidak, terdapat 9 poin yang tertuang dalam MoU.
Sembilan poin itu sebut Triwidi, telah dilaksanakan.
Poin pertama yakni, PT KFM wajib bertanggungjawab pengembalian kejernihan air Sungai Pongian. Secara teknis Triwidi menjelaskan, panjang Sungai Pongian 10,7 KM,. Sungai Pongian memiliki 74 anak sungai. Dari 74 anak sungai itu, 14 anak sungai yang masuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) KFM.
Terhadap 14 anak sungai itu, Manajemen PT KFM telah melakukan rekayasa menjamin baku mutu air. Terhadap kegiatan itu, manajemen PT KFM secara rutin melakukan monitoring dan menyampaikan laporan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banggai.
Bisa jadi sebut Triwidi, air keruh Sungai Pongian dipengaruhi dari anak sungai yang tak masuk penanganan perusahaan. Perusahaan membangun bendungan yang disebut sedimen pos. Bendungan ini berfungsi untuk meminimalisir air limpahan tanah ketika hujan, sehingga ada pencegahan sebelum air mengaliri jalur sungai.
Soal berikutnya, ketika musibah banjir, manajemen membentuk tim untuk memberikan bantuan sosial kepada masyarakat yang ada di daerah aliran sungai.
Perusahaan juga memberikan kontribusi dalam bentuk program. Sebagai wujud program pengembangan masyarakat, PT KFM membentuk 4 kelompok. Ada kelompok tani, kelompok kuliner serta kelompok nelayan. Kelompok-kelompok ini menjadi binaan PT KFM.
Sukri Djalumang menuturkan bahwa jika manajemen telah melaksanakan kewajibannya itu, maka sudah bisa dipastikan keluhan masyarakat tidak akan mengemuka. Jika masih ada keluhan mengemuka, itu artinya, masalah di masyarakat belum benar-benar tuntas secara menyeluruh.
Olehnya itu, Sukri menekankan agar pihak perusahaan mengurai fakta di masyarakat.
Berdasarkan analisa di agenda rapat itu, Sukri menyebut, hanya ada masalah penting yang patut dituntaskan perusahaan yang menjadi inti permintaan warga. Yakni, penjernihan kembali air sungai serta ganti rugi kerugian warga buntut banjir bandang.
Uci menekankan, agar dua masalah itu harus segera dituntaskan dalam waktu dekat. Ia juga menegaskan, agar permohonan ganti rugi warga tidak dikonversi dalam bentuk program. (top)